Dan pada akhirnya aku memang harus percaya pada waktu. It’s about time matter.
Man shabara zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung. Man saara ala darbi washala, siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan.
Sudah genap sepekan aku menjalani kembali profesiku
dengan bergabung ke dalam divisi perencanaan dan perancangan sebuah kantor pengembang
properti di kota tempatku tinggal. Ya, pada akhirnya aku kembali bermuara di
jalur ini. Sepulang dari ibukota, aku sempat rehat hampir tiga bulan dari bangku
karier. Hingga di bulan terakhir beberapa aplikasiku tembus ke meja departemen
HR. Beberapa kali selulerku berdering demi mengundangku mengikuti sesi tes
kompetisi atau wawancara. Namun akhirnya justru di kantor inilah aku singgah. Keputusan langsung diketuk
palu di meja wawancara. Tak perlu menunggu lebih lama lagi.Terkejut ketika hanya ada sesi wawancara. Tanpa tes kompetisi. Ya, hanya
persoalan waktu dan sedikit kesabaran.
Akhirnya, di kantor
ini aku seolah memiliki keluarga baru. Kekerabatan yang sedikit demi sedikit
terasa erat. Suasana kerja yang selama sepekan pertama aku di sana senantiasa
memotivasiku untuk tak mudah menyerah.
“Aku dulu juga begitu. Aku justru merasa bahwa kuliahku di sini. Aku bisa ini-itu juga di sini,” ucap teman satu divisi di dapur kantor selepas shalat berjama’ah.“Kamu mbok belajar bikin kayak gini lho. Lumayan kan kalau bisa, apalagi masih muda. Saya aja gini-gini juga suka iseng belajar ngegambar. Buat hiburan,” tukas bapak kepala bagian umum yang bersebelahan meja dengan saya.“Eh kamu bisa itu ta, besok aku diajari ya,” sepenggal kalimat lain yang belakangan muncul setelah aku berulang bilang bahwa aku belum bisa ini dan itu.
Entah bagaimana bermula, kehangatan suasana itu terasa
sungguh. Sebagai perempuan, urutan pertama dalam memilih pekerjaan, bagiku
adalah suasana. Bukan besar kecilnya salary.
Bekerja harus nyaman dan tidak tertekan. Kedua, kantor dengan mushola. Untuk
poin kedua ini, aku merasa sudah lebih dari cukup. Tidak saja kantor dengan
mushola, namun juga dengan shalat berjama’ah. Tidak saja di kantor, tetapi juga
ketika harus turun ke lapangan. Sebagai komplementer, setiap akhir pekan
diadakan kajian mingguan. Setidaknya suplai untuk rohani juga terjaga dengan
baik. Hal yang sangat jarang kutemui di lingkungan kerja, apalagi dalam bidang
properti dan arsitektur.
Selamat datang ke dalam komunitas beranggotakan para
lelaki. Ucapan itu tepat sekali rasanya untukku. Perempuan seorang di dalam
divisi perencanaan dan perancangan. Empat teman perempuan lainnya berada di
divisi marketing dan empat orang lagi
tergabung di bagian keuangan, aktivitas yang begitu feminin. Sedangkan saya
berkutat dengan dimensi dinding dan ruang, lebar jalan, tinggi pagar, dan ide
bagaimana mempernisnya agar nampak cantik. Pekerjaan ini juga masih terbilang
feminin karena dilakukan di belakang meja. Tapi tidak lagi ketika berikutnya
saya ikut turun lapangan, turut meninjau beberapa lokasi proyek bersama kaum
adam. Tiba-tiba ingin tertawa jika saja saya bisa melihat dari jauh diri saya
sendiri tersembul di antara patok-patok di atas kegiatan persiapan lahan yang
dikelilingi lelaki atau nginthil bludhas-bludhus di bawah konstruksi yang belum jadi.
Kucluk. Tetapi justru di lapangan itulah aku merasa lebih
banyak menyerap ilmu secara nyata. Tidak hanya bagaimana membuat desain yang
menarik atau konstruksi dan utilitas yang efisien. Lebih dari itu, juga
pertimbangan pemilihan lahan, tantangan pembebasan lahan, hingga strategi
pemasaran properti. Masih secuil, but seems
worthy enough –setidaknya untukku pribadi sebagai bekal mengkhayal.
Untuk diketahui, detik ini aku bahagia mengenal kalian.
Tadi pagi saat aku melaju di jalanan menuju kantor, menghirup udara dan merasai
kehangatan mentari; aku merasa sangat mengenal udara hangat itu. Seperti deja vu atas kebahagiaan di bangku
sekolah yang telah lalu. Terima kasih. Aku menemukan ayah kedua, belasan
saudara, kakak-kakak, adik-adik, juga teman seperjuangan. Kuharap ini untuk
seterusnya.
di sinilah aku kembali dari perjalanan
panjang
setelah kehilangan ruang bercerita
di sinilah aku kembali dari perjalanan
panjang
setelah kehilangan ruang bercerita
*muito abrigado: terima kasih banyak