Sudah sekitar
satu tahun sejak kunjungan saya ke Pulau Dewata, Bali, namun rasanya belum
sekali pun saya berbagi di sini.
Salah satu
tempat yang saya kunjungi di Pulau Seribu Pura adalah Desa Adat Penglipuran yang terletak di Kabupaten Bangli. Sesuai dengan kepala namanya, Penglipuran adalah sebuah desa yang “terisolir”
dari modernitas zaman. Bangunan-bangunan rumah masih terlihat alami dengan
candi bentar di mukanya –gapura simetris khas Bali yang terletak di bagian
paling depan kompleks rumah. Nama Penglipuran sendiri berasal dari gabungan kata pengeling pura yang berarti tempat suci untuk mengingat leluhur.
Sebuah jalan berundak membagi kompleks desa secara simetris yang menghubungkan bagian yang profan dan
bagian yang sakral. Area profan yang secara harafiah adalah area kotor
–misalnya pemakaman, terletak di dataran yang lebih rendah. Sedangkan area
sakral –berupa pura agung, terletak di dataran tertinggi. Gunung dan
laut bagi masyarakat tradisional Bali adalah simbol kosmis, maka hampir pada
setiap bangunan di Bali arah orientasinya adalah ke gunung dan laut.
Menarik bagi kehidupan di desa ini adalah jalan yang merupakan sumbu, diperkeras dengan paving block dan bukan aspal, serta dibiarkan bebas dari berbagai macam kendaraan. Tak ayal, suasana di desa ini sangat asri dengan udara yang masih sejuk, bebas polusi.
Tata massa tiap bangunan rumah di
Penglipuran dan Bali umumnya adalah dengan membagi lahan menjadi sembilan
bagian dengan pola grid. Pada bagian
paling depan dekat dengan gapura terdapat pura keluarga. Selanjutnya terdapat
dapur dan bagian-bagian rumah yang lain. Yang menjadi pusat perhatian saya
adalah adanya pintu-pintu kecil antara kompleks rumah yang satu dengan yang
lain. Jadi, meskipun antar rumah terdapat batas berupa pagar, namun secara
keseluruhan terhubung.
Material bambu cukup mendominasi rumah-rumah di Penglipuran mengingat area di sekeliling Penglipuran adalah hutan bambu. Bambu memang merupakan respon yang baik terhadap kondisi Bali yang berada pada zona tropis.
Dan tak perlu heran jika menemukan anjing-anjing berkeliaran di Panglipuran. Anjing Kintamani yang mungil ini tak akan mengganggu kita. Masyarakat Panglipuran hidup bersama alam termasuk hewan dan tumbuhan dengan harmonis sesuai ajaran Hindu yang mereka anut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar