Minggu, 15 Januari 2012

Jakarta = Yes or No?

http://www.tigweb.org/
Pasca sidang pendadaran menemui titik usai, gaung nama ibukota menyenandung riang dan kian nyaring di gendang telinga saya. Dosen pembimbing kedua saya dengan semangatnya mendukung saya untuk melangkah ke kota itu. "Ke sanalah dulu, cari pengalaman," ucapnya berkali-kali. Dan beliau terlihat kecewa saat saya berkata ingin tidak jauh-jauh dari rumah.

Begitu pula dengan ketua jurusan arsitektur. Saya mengenal baik beliau sejak semester delapan lalu. Tentang hal ini, banyak teman yang bertanya-tanya bagaimana bisa saya mengenal baik ketua jurusan itu. Maklum, beliau bukan pembimbing akademik saya, bukan pula pembimbing tugas akhir. Perjumpaan pertama saya dengan beliau adalah saat sidang seminar di semester tujuh. Salah satu dosen penguji berhalangan hadir dan kemudian (mungkin) beliau didaulat untuk menggantikan. Saat itu beliau masih asing bagi saya karena baru saja kembali dari tugas belajar strata tiga. Setelah itu kami kembali berjumpa pada salah satu mata kuliah perbaikan dan beliau adalah pengampu kedua. Well, dari sanalah saya mengenal dekat beliau --efek samping sok cari perhatian dan sering setor muka :P.

Dan dari beliau, bapak ketua jurusan, pula saya tiba-tiba terjebak dalam ruang kebingungan dan kebimbangan melangkah. Pagi itu saya hanya berencana mengambil sejumlah eksemplar konsep tugas akhir yang telah dibubuhi tanda tangan di meja beliau. Jumat pagi itu suasana kampus begitu sepi, termasuk lorong di depan ruang-ruang dosen hingga bibir ruang ketua jurusan yang biasanya ramai. Saya pun hanya seorang diri melangkah masuk ruang yang kini dikuasai pimpinan tertinggi jurusan tersebut.

"Pak, sudah ditandatangani?" Saya bertanya singkat.
Beliau meletakkan ponsel, "Ini sudah..."

Bergegas saya masuk, mengecek ulang lembar-lembar pengesahan. Sementara bapak ketua jurusan bertanya ulang apa rencana saya setelah ini. Saya tersenyum dalam kebingungan menjawab pertanyaan beliau. Layaknya mengetahui saya masih terombang-ambing, beliau bercerita bahwa tadi ada pesan singkat dari alumni. "Saya baru nego, semoga fresh graduate bisa masuk. Tapi di Jakarta..." kata beliau tepat di ujung cerita.

Sebelumnya saya memang pernah bercerita kepada beliau tentang apa dan bagaimana sosok Jakarta di mata saya dengan bumbu cerita-cerita teman-teman. :D Dan saya tak ingin berpanjang lebar menceritakan ulang kembali hal tersebut. Setelah sejenak bercakap-cakap, seulas kalimat "Nanti saya pertimbangkan, Pak.." meluncur tanpa halangan sebelum saya melangkah keluar.

Dan siangnya, ponsel saya bergetar. Pesan singkat dari beliau, "..fresh graduate boleh, bagaimana?"

Lalu saya semakin terjun bebas di jurang kebingungan..

bapak, saya ingin bertemu lagi. saya ingin meminta pertimbangan lagi. saya ingin diyakinkan lagi.

4 komentar:

  1. wah...jakartaaaa... ntar mampir ke bandung ya... (sebelum 13 maret 2012) :D

    BalasHapus
  2. insyaAllah endah... doanya duluu :D insyaAllah mampir deh...hehe

    BalasHapus
  3. hindarkan keraguan..tentukan kepastian..tegaskan langkah menuju harapan dan impian..smoga sukses yg engkau dapatkan..^^

    BalasHapus