Minggu, 30 Oktober 2011

I Love You, Dad... and I will Miss You

30 Oktober 2011

Saya tidak ingat dengan pasti, kapan terakhir kali menautkan pipi kanan dan pipi kiri ke kedua pipi bapak. Namun tadi pagi menjelang subuh, semua itu refleks terjadi sebagai salam perpisahan sementara kami. Segera pula air mata mulai meluluri wajah, membentuk sungai-sungai yang meluber. Jika tidak segera diredakan oleh ibu, mungkin kami akan semakin lama membanjirkan linangan-linangan air mata pagi hari.

Apakah saya sangat dekat dengan bapak? Saya ingin menjawabnya, "Ya."
Namun kedekatan ini mungkin tidak tampak, jikalau tampak itulah yang wajar terjadi pada hubungan bapak dan anak. Namun hal kecil sekalipun yang berulang terjadi, akan mengesankan rasa yang dalam.  Dan akhirnya memang banyak kenangan-kenangan yang bertajuk indah bersama beliau. Sebagai anak pertama, saya menghabiskan empat tahun untuk mereguk kasih sayang bapak sebelum akhirnya memiliki adik pada penghujung tahun keempat. Hampir sepanjang hari saya menghabiskan waktu bersama beliau kala itu. Beruntung, karena bapak tidak bekerja secara formal.

Ketika saya beranjak sekolah, beliau yang mengantar jemput saya hingga sekolah menengah atas. Dan masih belum cukup, beliau mengantar jemput saya ke stasiun pada paruh tiga tahun pertama kuliah. Tak juga lekang dalam ingatan ketika suatu saat saya terlambat tiba di stasiun di awal masa kuliah. Saat itu kereta menuju kota timur baru saja berangkat. Tanpa pikir panjang, beliau langsung membelokkan kemudi menuju timur. Lain waktu beliau mengingatkan untuk banyak-banyak minum air putih kala saya berjabat tangan, berpamitan kembali ke kota timur, lalu beliau merasakan tangan saya sedikit menghangat.

Dan belakangan ketika saya mulai kembali intens menekuni dunia korespondensi, beliaulah yang menjadi perantara antara pegawai pos dan saya. :)

Dan karena beliau pula saya berani melangkah.

Selamat jalan, Bapak. Selamat berjuang di tanah haram... sampai bertemu kembali pada pertengahan Desember 2011, detik-detik gelar kesarjanaanku akan kusandang. Doakan kami, senantiasa doa kami untukmu. :)
I love you, Dad. And I will miss you.

Oh.. I still shed a few tears...

Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Di sisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu

Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak


Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu

Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati


Jumat, 28 Oktober 2011

Gugur Angsana

ketika bunga angsana kembali bersemi
pada permulaan musim hujan

dan tiba-tiba angin menghembus tiba-tiba
meski perlahan
mencoba menggugurkan rekah-rekah sekar
di malam hari

sukma...
trekearth.com

Jumat, 21 Oktober 2011

The Poetics of Place

I just read a book titled Tropical Retreats-The Poetics of Place --written by Tan Hock Beng, in the campus library.

PAST AND PRESENCE IN THE POETICS OF PLACE
"The taste of the apple... lies in the contact of the fruit with the palate not in the fruit itself; in a similar way.. poetry lies in the meeting of the poem and reader, not in the lines of symbols printed on the pages of a book. What is essential is the aesthetics act, the thrill, the almost physical emotion that comes with each reading."
--Jorge Luis Borges, forward to Obra Poetica

Though only a glance, I have noted several important points on tropical architecture. They are...

TACTILITY
Beyond architecture, our culture at large seems to drift towards a distancing, a kind of chiling, de-senzualitzation and de-eroticization of the human relation to reality.
--Juhani Pallasmaa

 LIGHTNESS
Someone guides us through its spaces. We glide along. Talking seems superfluous; everything is unique, yet never demanding.
--Alvaro Siza

TRANQUILITY
All good architecture which does not express serenity fails in its spiritual vision.
--Luis Barragan

TRANSPARENCY
And how here is my secret, a very simple secret. It is only with the heart that one can see rightly; what essential is invisible to the eye.
--Antoine de Saint-Exupery

AMBIGUITY
In the West, when you fail to describe, things fail to exist. In the East, when you fail to describe, thing emerge.
--Kunto Kundo

SHADOWS
Like the musician's breath in a wind instrument, light and shadows bring out the rich qualities of materials, qualities that remain silent in clarkness.
--Steven Holl

SYNTHESIS
If architects are to continue to do useful work on this planet, then surely their proper concern must be the creation of place -the ordered imposition of man's self on specific locations across the face of the earth. To make a place is to make a domain that helps people know where they are and by extension who they are.
--Charles Moore

Sabtu, 15 Oktober 2011

What is Architecture?


spfa.com
The best architecture is best for people. Not for the owner, not for the engineer, and not even for the architect. 
Architecture is blood, sweat, and tears. But then it is love, brotherhood, and ecstacy.
-Mario G. Salvadori on the preface of Eugene Raskin's book.

Sculpture

Tugu Jogja, center point of 'the never ending asia'
border signification of jogja-sleman


Rabu, 12 Oktober 2011

Mati Muda Mati Tua

Hari kesepuluh studio akhir periode seratus dua puluh empat. Dengan headset merah menyala saya masih asyik di meja kerja sembari menekuri layar maya dan workspace. Dua hari ini audio yang menemani saya tidak jauh-jauh dari musikalisasi-musikalisasi puisi, yang paling sering diputar adalah musikalisasi puisi Gie -Soe Hok Gie.

Saya menemukan kesenduan dan kesenyapan yang begitu dalam. Lebih sendu dari puisi-puisi Sapardi yang juga sering mengiringi hari-hari saya. Ritme puisi Gie lebih bersahaja dan tenang, sunyi... 

Tak ada lagi kata yang dapat menjelaskannya lagi. Saya suka!

nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
yang kedua dilahirkan tapi  mati muda
dan yang tersial adalah berumur tua


berbahagialah mereka yang mati muda


makhluk kecil, kembalilah dari tiada ke tiada
berbahagialah dalam ketiadaanmu

Minggu, 09 Oktober 2011

Hidup Cukup?

Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan salah satu dosen arsitektur yang sudah bertitel doktor. Niat ingin memperbincangkan proposal tugas akhir saya namun pembicaraan akhirnya meluber kemana-mana. Yeah, ini adalah ciri khas dosen satu ini. Terjadilah kuliah tambahan yang bahkan tidak ada di kurikulum manapun. :D

Bermula dari poin permasalahan dan persoalan pada bab satu konsep. Kesalahan fatal yang turun temurun telah terjadi. Permasalahan tidak sejalan dengan tujuan, persoalan tidak seiring dengan sasaran. Kata kerja dan kata benda, kata tanya dan kata berita memunculkan jawaban yang jauh berbeda. :D Dan tiba-tiba saya baru menyadari itu. Kami tersenyum lebar.

Apabila niat dan tujuan tidak sejalan atau seiring maka hasilnya pasti akan mengikuti niat. Kalau niat saja sudah salah, bagaimana dengan hasilnya? Inilah tema pembicaraan selanjutnya, yang tidak berkurikulum itu. Contoh seorang politisi yang berjanji akan mensejahterakan rakyat tetapi dalam upaya menarik simpati menggunakan politik uang, maka tentu saja tujuannya menjadi politisi adalah uang. Pasti! Sudah begitu, setelah berada di posisi mentereng, masih saja rakus (itu sudah bahasa yang halus, menurut beliau) :)

Sebenarnya hidup itu hanya memilih kok. Mau jadi pelacur atau pendeta? Pelacur dalam segi materi tidak akan kekurangan tetapi dari segi batin ia sangat miskin. Itulah sebabnya mereka tidak pernah puas, karena kemiskinan batin itulah. Sekarang tengok pendeta (pendeta dalam agama apa saja), mau bagaimanapun keadaannya ia selalu merasa cukup. Kenapa? Karena mereka senantiasa bersyukur. Mau kecil, mau besar, cukup. Mereka bahagia dengan kecukupan itu. Mereka kaya secara batiniah.

Begitu juga bila kamu mencintai seseorang karena kekayaan atau ketampanannya. Itu juga yang akan kau dapatkan. Ketika kekayaan dan ketampanan itu telah hilang, pupus pula cintamu kepadanya, karena tujuanmu adalah kaya dan tampan. Jangan salahkan si tampan jika dia tidak bisa memberikanmu nafkah kelak, jika cintamu karena tampannya.Cinta itu karena semurni-murninya cinta, karena agamanya, itu sudah cukup membuatmu akan bahagia.

Terlontar sebuah anekdot. Menguap itu nikmat. Menggeliat itu nikmat. Tetapi apabila terus-menerus seperti itu berhari-hari, apakah itu nikmat? Sederhana! Menguap dan menggeliat itu hanyalah persoalan sederhana, tetapi mungkin memang jarang yang mensyukurinya. Begitu pula dengan nikmat nafas dan detak jantung. Begitu pula dengan ruh yang ada dalam jiwa dan raga ini. 

Bersyukurlah dari hal-hal yang sederhana. Banyak hal sederhana yang terlalu sering dilupakan. :)

Alhamdulillahi rabbil 'alamin...

Jumat, 07 Oktober 2011

Dream High


Malam menjelang larut. Suasana telah kembali sunyi. Tinggal dua manusia di dalam kubus bata berongga dua puluh tujuh meter kubik yang masih berjibaku dengan tugas masing-masing.
Lalu sayup-sayup terdengar suara sirine berulang-ulang dari stasiun terdekat, pertanda kereta api akan datang. Suasana ini kini, semakin akrab saja satu bulan belakangan. Mengguratkan rindu yang teramat pada perjalanan malam, petualangan dadakan, juga langkah-langkah indah masa lalu.

Tiba-tiba saya teringat sesuatu. Lepas ashar tadi seorang sahabat mengirim pesan pendek lewat layanan pesan singkat.
“Visualisasikan lima impian terbaik dalam hidup anda dalam jangka waktu satu tahun ke depan.”

Sejenak termenung. Mengingat kembali seabrek mimpi yang pernah tergores dalam lembar-lembar kertas bekas lalu terbuang. Mimpi yang pernah tersusun dalam lembaran kertas tertempel di dinding kamar yang lalu merasa perlu direvisi dan akhirnya juga terbuang beberapa kali. Dan kini mimpi-mimpi yang terajut terakhir kali telah tergores lebih rapi di dalam scrap book bersampul.

Saya percaya akan kekuatan mimpi. Itu pula yang kemudian mengantarkan saya mengembara jalan-jalan hidup ini. Mencipratkan warna-warna cerah nan indah maupun kelabu yang membiaskan sembilu. Goresan mimpi yang telah saya buang dan mungkin telah lebur di tempat pembuangan sampah pun kini telah melambungkan angan saya ke dunia nyata. Tuhan tahu, tapi menunggu. Kalimat Andrea Hirata ini begitu lekat dalam benak saya. Ya, Tuhan tahu tapi menunggu waktu yang tepat atas kesungguhan perjuangan kita.

Perjalanan ini memang tak mudah. Batu-batu sandungan sering pula merintangi langkah terpatah. Tapi seberapa tangguh kita berjuang untuk kembali bangkit? Bisakah kita kembali menyusun kekuatan untuk melanjutkan langkah? Saya terkadang tidak sangat ambisius terhadap suatu hal. Let it flow… Ada hal-hal yang tidak perlu diambisiuskan karena justru akan membebani langkah. Hidup cukup. J Karena Tuhan dengan tiba-tiba akan memberikan kejutan-kejutan kecil yang sangat bernilai.

J my October surprises… small gifts, huge heartprints, deep memory.
thanks Allah. thank you ummy, abby, noor jr., panitia studio akhir 124, 124 crew, kick andy crew, andy f noya, cleverly family, .

|sirine di stasiun telah berkali-kali memperdengarkan jingle sepanjang masanya. ebiet g. ade masih berdendang. kembali menyeruput Nescafe French vanilla. J selamat malaam… malam ini bulan bersinar begitu indahnya, sang mega menyaput cahaya dengan penuh sahaja.

The Three Sisters



Today, I received an Australian postcard from my pen-pal, Mr Don Graham. He sent postcard with portrial of Three Sisters in Blue Mountains, New South Wales.

On the back, it's written this description:
The Three Sisters formation is 30 km west of Springwood and is the most visited tourist destination in the Blue Mountains. The Blue Mountains were eroded by rivers, ice, and rain from a massive slab of sandstone that was uplifted a million years ago. On the left of the first sister you can see a little bridge that leads to the "Giant's Stairway" which descend 300 m via 861 steps to a walking track at the base of the escarpment.

The Blue haze that gives the Blue Mountains their colour and their name, result from the scattering of the sun's rays by tiny droplets of oil that evaporates from the leaves of the eucalypt forest. This eucalyptus oil forms a fine mist above the canopy of the forest and ignites in a bush fire, spreading the fire ahead of the trees and undergrowth burning below the forest canopy. Most native Australian trees have evolved to regenerate after the bush fire has passed. Many have seed pods that do not ("one word was missed") unless they have been in a fire. The ash from the fire fertilises the new plants.

:)

Minggu, 02 Oktober 2011

Rabithah

Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru (di jalan-Mu), dan berjanji setia untuk membela syari’atMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya. Ya Allah abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup. Lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu. Hidupkanlah dengan ma’rifat-Mu. Matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Amin. Dan semoga shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan kepada semua sahabatnya.

||doa ini membuat saya rindu pada kebersamaan-kebersamaan yang pernah teruntai beberapa tahun silam. berjuang bersama, tertawa dan menangis bersama... perjuangan tidak akan pernah usai, kawan!

Sabtu, 01 Oktober 2011

Canting [resensi]

Barangkali 'canting' adalah kata yang sudah tidak asing lagi bagi khalayak. Canting merupakan alat untuk membatik berupa penciduk lilin yang bercarat, terbuat dari tembaga.
Canting, carat tembaga untuk membatik, bagi buruh-buruh batik menjadi nyawa. Setiap saat terbaik dalam hidupnya, canting ditiup dengan napas dan perasaan. Canting, simbol budaya yang kalah, tersisih, dan melelahkan. [cover belakang]
Roman klasik yang berjudul Canting ini ditulis oleh Arswendo Atmowiloto, budayawan yang pernah pula termasyhur atas karya ceritanya Keluarga Cemara. Melalui Canting, Arswendo mengungkapkan seluk beluk kehidupan masyarakat Jawa ningrat yang kala itu masih begitu dekat dengan batik. Adalah Canting yang merupakan cap batik Ngabean milik Pak Bei. Namun bukan serta merta Pak Bei yang kemudian mengurus perusahaan batik. Justru Bu Bei lah yang menjadi direktur perusahaan batik tersebut.

Hingga pada akhirnya Bu Bei meninggal dunia, Canting yang telah tergilas oleh batik printing menarik perhatian Ni, putri bungsu Pak Bei dan Bu Bei. Usaha Ni untuk membangkitkan kembali produksi batik tulis memang tidak mudah. Ni sudah menjadi anak generasi modern sedangkan Bu Bei dan buruh-buruhnya di kebon wingking masih taat pada ajaran Jawa klasik. Buruh-buruh itu tidak mengenal rapat, manajemen perusahaan, pembukuan keuangan, atau pun 'zona nyaman'.

Ketika Ni berusaha mengaplikasikan segala teori modern itu, buruh-buruh justru merasa tidak nyaman. Benarlah bahwa setidaknya ada dua karakter manusia Jawa klasik, yaitu kepercayaan dan kepasrahan. Kepercayaan dapat dilihat pada tidak adanya pembukuan keuangan, pembukuan tersebut terpatri di dalam ingatan. Yu Nah bahkan hafal di luar kepala berapa batik yang tersisa, berapa yang terjual, siapa yang hutang, hingga berapa jumlah hutangan yang mencapai jutaan.

Kepasrahan salah satunya terlihat pada hubungan buruh-buruh dengan ndaranya. Buruh menyerahkan segala keputusan kepada atasan. 

Dalam pasrah tak ada keterpaksaan. Dalam pasrah tidak ada penyalahan kepada lingkungan, pada orang lain, juga pada diri sendiri. [pg. 283]
Dalam segala hal selalu ada sumangga atau mangga kersa, sebagai penyerahan yang total. Sebagai pemberian kepercayaan yang mutlak dan menyeluruh, karena yakin yang di atas akan berbuat baik. Sumangga bukan sikap yang terpengaruh oleh inflasi, devaluasi, pertimbangan, dan kecurigaan. Sumangga adalah sikap pasrah membahagiakan lahir maupun batin. [pg. 361]

Dalam hal kepercayaan kepada Dzat Yang Maha, kepasrahan ini pun tampak seperti pada wejangan Pak Bei kepada Ni.
Agama itu untuk diterima. Mau menerima atau tidak. Kita bisa menerima atau menolak kalau kita punya sikap pasrah. Pasrah itu bukan mencari,  tetapi menerima. [pg. 251] 
Dalam  beberapa hal kepasrahan merupakan sikap yang menceminkan kebaikan. Akan tetapi kepasrahan mutlak seperti halnya yang dianut masyarakat Jawa klasik bukanlah sesuatu yang patut untuk terus menerus dipertahankan. Seperti halnya Ni, dalam arus modernitas ia berani menjadi tidak Jawa, menjadi aeng untuk bisa bertahan. Ni berusaha menjembatani keklasikan batik tulis dengan modernitas batik cap/printing. Bukankah Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, apabila kaum tersebut tidak berusaha merubahnya menjadi lebih baik?

*pasca menamatkan canting, sembari 'mendengarkan' pemilihan putri putri batik nusantara 2011. hay...ada kawan sma-ku di sana. :)

Selangkah Lagi untuk Satu Mimpi

Pagi ini mentari sudah selayaknya naik sepenggalah. Namun di bibir jendela ini kulihat cahayanya sedikit redup terhalang awan-awan kelabu muda.

Imajinasiku melayang kembali ke hari kemarin. Siang menjelang sore, saya dan dua puluhan teman dan kakak tingkat memasuki ruang istimewa di jurusan. Kami akan menerima pengarahan mengenai apa dan bagaimana kegiatan kami, tanggung jawab kami dua bulan ke depan dalam menempuh tahap akhir pembelajaran menuju gelar sarjana teknik.

Segenap rasa ini buncah ketika ketua panitia studio akhir mengucapkan kata, "Selamat..." Dua bulan fase studio akhir merupakan penanda akhir yang harus ditempuh menuju sidang tugas akhir. Saya disergap pikiran, perjalanan ini akan segera berakhir. Berbagai kata yang mewujud rangkaian aksara "a-k-h-i-r" seakan menjadi begitu akrab dan lekat dengan keseharian. Perjuangan yang lain pun akan segera dimulai. Mungkin terlihat berlebihan ketika saya berkata bahwa saya terharu, saya bahagia, saya ingin menitikkan air mata. Namun begitulah adanya, saat ini dada terasa sesak menahan bulir bening yang menyesak di sudut-sudut kornea. 

Ada dua hal yang bertentangan, saya ingin segera melanjutkan perjalanan mengejar mimpi-mimpi yang lain, tetapi kebersamaan dengan kawan, kakak, dan adik serta bapak ibu dosen begitu berat untuk ditinggalkan. Terlalu banyak kenangan dan cerita yang terajut bersama mereka. Masih banyak cerita yang ingin dibagi kepada mereka, masih banyak mimpi yang ingin didukung oleh mereka, masih banyak ide yang ingin didiskusikan dengan mereka yang memiliki spesifikasi minat berbeda-beda. Cause we are a big family, very big family!

Perpisahan bukanlah pertanda bahwa kita akan benar-benar berpisah, tak akan pernah berjumpa, salah satu pesan yang kuingat dari kakak kelasku di sekolah dasar saat acara tutup tahun. Perpisahan adalah bagian dari sebuah keseimbangan perjalanan. Di mana ada pertemuan, di sanalah akan terdapat perpisahan. Perpisahan adalah anak tangga pertama yang harus dijejak untuk menempuh langkah-langkah selanjutnya (yang lebih baik).

we are definitely apart, but still we are a melody of harmony unity

*dengan tak henti-henti mengucap bismillahirrahmanirrahim, dengan kasih dan sayang-Nya, bersiap juang untuk dua bulan ke depan. YES YOU CAN!