Minggu, 15 Februari 2015

Diary of Intaran: Berlayar Kembali


"
berlayar di atasnya; berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan bunga-bunga padma; berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya; sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja--perahumu biar aku yang menjaganya.(Akulah Si Telaga, Sapardi Djoko Damono)

“Teman, besok Minggu saya berangkat ke Bali.”

Kurang lebih seperti itu intisari kalimat yang saya kirimkan ke beberapa teman di Yogyakarta kala itu. Dan itu terasa mendadak bagi beberapa kawan dekat. Terlebih saya memang tidak menceritakan kepada mereka ketika saya memasukkan aplikasi untuk program “300 Hari di Rumah Intaran”. Hanya dua teman kantor saja yang saya beritahukan secara detail hal ini termasuk hari pengumuman agar mereka dapat bersiap jika saya benar-benar memutuskan hengkang dari kantor.

Namun memang cukup bimbang untuk mendaftar karena saat itu saya masih berstatus sebagai staf arsitek di salah satu perusahaan pengembang di Yogyakarta. Teman-teman yang begitu menyenangkan tentu menjadi pertimbangan penting untuk tetap bertahan di sana. Tapi kapan lagi kesempatan ini muncul kalau bukan sekarang. Dan pada detik-detik terakhir barulah saya mengirimkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

Sampai akhirnya pada suatu senja saya membuka email dan menemukan surat pemberitahuan bahwa lolos seleksi program tersebut. Positif. Saya akan meninggalkan Yogyakarta dan teman-teman di kantor. Rentang waktu itu cukup singkat untuk menyelesaikan dan mempersiapkan semuanya. Senin (27/01) pagi saya menghadap manajer divisi untuk mengatakan secara langsung keputusan itu, meski saya tahu diam-diam sebenarnya beliau sudah mengetahui rencana saya dari kawan sedivisi.

Secara posisi di divisi, saya sangat berat melepasmu. Pekerjaan kantor sedang banyak, apalagi proyek berikutnya akan segera launching. Tapi secara pribadi, kalau memang itu sudah keputusanmu dan kamu mantap, kamu yakin akan mendapatkan hal yang kamu inginkan di sana, saya tidak bisa apa-apa. Kamu masih muda, carilah sebanyak-banyaknya pengalaman.

Singkatnya seperti itu kalimat pelepasan saya dari panjang lebar nasihat beliau yang akhirnya cukup membuat air mata menderas. Dan pembicaraan tersebut hanyalah langkah pertama saya berpamitan, saya masih harus menghadap manajer operasional, direktur, dan yang terakhir komisaris utama. Semua kecemasan pun purna, permohonan saya untuk keluar setelah satu setengah tahun bergabung pun terkabul. Meski saya tetap harus masuk kantor hingga hari Sabtu sebelum esoknya berangkat ke bandara.  Juga meski selepas resign saya masih harus adaptasi dengan beberapa klien yang merasa “kehilangan”. Untuk ini terpaksa saya harus mengucapkan, “Maaf tidak dapat membersamai pembangunan rumah hingga proses serah terima.”

Berikutnya, saya harus mendapatkan “paspor” dari dokter gigi, menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang tersisa, transisi sebuah kepanitiaan, hingga mencari tiket pesawat. Tak lupa farewell party bersama teman-teman kuliah di tempat-tempat yang mungkin akan saya rindukan kelak, salah satunya: Angkringan KR. Selain itu, saya berusaha mencari kontak teman-teman yang akan membersamai saya dalam tiga ratus hari ke depan. Bersepakat saling bertemu di bandara lalu berangkat bersama menuju Rumah Intaran  akhirnya menjadi pamungkas pamitan saya kepada Ibu yang terus menerus bertanya bagaimana nanti selepas dari bandara.

Minggu, 1 Februari 2015

Pagi itu selepas subuh menjadi hari yang “sibuk”. Ibu memasak lebih pagi, masakan spesial yang jarang beliau sajikan. Kemudian Bapak mendadak menasihatiku saat saya mengunci koper. Cukup singkat dan dalam. Jarang sekali Bapak menasihatiku seperti pagi itu padahal ini adalah untuk keempat kalinya saya berpindah kota. Aku tak ingin menatap mata beliau, tak ingin melihat setetes air mata di sudut kelopak matanya seperti yang telah lalu saat melepasku berangkat.

Pesawat pukul setengah sembilan akan menerbangkanku dari Bandara Adisucipto Yogyakarta menuju Bandara Ngurah Rai Denpasar. Banyak hal yang akan saya tinggalkan, namun saya yakin akan lebih banyak hal yang akan saya dapatkan. Pesawat mulai mengambil ancang-ancang untuk terbang, ketinggian pun pelan-pelan bertambah, hingga akhirnya melaju di atas awan. Sampai jumpa kembali Yogyakarta. 



Tidak terasa hari ini tepat dua minggu setelah saya tiba di Bengkala. Saatnya menelepon rumah?

4 komentar:

  1. waaaa.... Rumah Intaran *dari pertama kali dengar kata "intaran" dari Mbak Sela langsung tertarik. katanya itu nama pohon yang bisa buat obat
    selamat Rofida.. pasti nyenengin ^^
    ngeblog lagi ah buat menyimak ceritamu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cerita tentang daun intaran akan aku post setelah ini, niique. Doakan aku hehe.

      Selamat juga yaa meniique!

      Hapus
  2. nggak kebayang musti gerak cepat dalam waktu sesingkat itu :)
    wah, dinasihati apa sama bapak? ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe. ya seperti itulah waktu itu. riweuh sana sini dulu.

      dinasihati intinya untuk tetap ingat shalat dan alqur'an, ndah. mendasar banget ini..

      Hapus