Rabu, 21 April 2010

Eko Prawoto, Arsitek yang Melokal dan Memasyarakat

Eko Prawoto adalah arsitek dari Yogyakarta yang memiliki spesialisasi pada perencanaan dan perancangan rumah tinggal.
Baginya arsitek tidak hanya membangun fisik bangunan semata, melainkan lebih difokuskan pada nilai-nilai kebudayaan dan juga lingkungan sekeliling. Bagaimana arsitek bisa memberi nilai rasa, tidak hanya sekedar struktur dan konstruksi bangunan saja.

Orang membangun rumah adalah penting bahkan sangat penting. Dan sebaiknya dalam prosesnya tidak diserahkan semuanya kepada arsitek. Arsitek hanyalah partner diskusi karena segala keinginan -bentuk, komposisi, susunan ruang- ada pada klien. Intinya, arsitek hanya membantu terbentuknya sebuah desain yang diinginkan klien.
Pada rumah tinggal milik Butet Kertarajasa, Eko Prawoto memberikan sentuhan ala kampung dalam rumahnya seperti keinginan Butet sendiri. Tidak ada pagar dan genteng mengkilap, pemilihan material lokal, suasana benar-benar beratmosfer kampung seperti lingkungan sekitar sitenya.



Satu hal yang saya tangkap selanjutnya adalah ketika beliau kurang lebih mengatakan, “Dalam proses perancangan, kontras boleh, tetapi harus bisa memberikan energi baru. Syukur syukur tidak ada ketegangan sosial dengan masyarakat sekitar.”
Detail, termasuk artikulasi material merupakan elemen yang membuat arsitektur dapat berkomunikasi. Bangunan pun bisa bercerita lewat detail-detail yang ditampilkan, seperti humor, klasik, alam, dan sebagainya.

Lingkungan sekitar adalah sumber informasi yang sangat kaya. Pada video tersebut diliput aktivitas ‘main-main’nya Eko Prawoto. Dengan menenteng kamera digital, beliau berjalan ke sekeliling. Lalu beberapa saat kemudian beliau menangkap gambar dedaunan dan mengamatinya. Daun itu menarik saat diamati teksturnya, daun bisa memberikan inspirasi baru.

Selain itu, beliau juga dikenal dekat dengan masyarakat setempat saat proses merancang. Dengan ngobrol, melihat kegiatan masyarakat, merupakan nilai komunitas dan bentuk penghargaan terhadap alam sekitar. Bagaimanapun juga sebuah bangunan yang berdiri akan mempengaruhi kegiatan di sekelilingnya. Oleh karena itu perlu mengetahui kegiatan masyarakat, untuk mempertahankan kebaikan kegiatan yang ada dan memperbaiki serta meningkatkan kehidupan masyarakat itu sendiri.

---Arsitek adalah media untuk memperbaiki dan meningkatkan kehidupan. Kebersamaan komunitas adalah aspek penting yang bisa menggerakkan kehidupan.

Eko Prawoto memang terkenal dengan penggunaan material setempat. Pada saat beliau berkunjung ke sebuah tempat di luar negeri –saya lupa negaranya-, beliau ditantang untuk membuat karya bebas, di site manapun. Sebelumnya beliau diajak berkeliling dahulu, dan Eko mendapati gundukan-gundukan jerami pada suatu tempat. Inspirasinya terbit. Jerami itu bisa dimanfaatkan. Maka, beliau menyusun jerami tersebut menjadi gapura. Dan uniknya, karya tersebut ditempatkan di site yang ‘kabur’, karena terletak di perbatasan desa dan kota. Menurut saya, itu lebih disebabkan karakter Eko yang begitu mengedepankan nilai-nilai komunitas masyarakat sendiri, sebagai pemersatu antara masyarakat desa dan kota.



***

Belajar banyak dari tradisi itu tidak salah karena tradisi adalah awal dari pencarian. Sikap terhadap alam, pemilihan material, juga cara bersikap terhadap masyarakat. Kita butuh sebuah awalan untuk mewujudkan sesuatu dan tradisi atau sejarah bisa menjadi pijakan untuk mengawalinya. Apalagi ditambah dengan realitas bahwa masyarakat sekarang bukan lagi masyarakat yang terisolasi dan tertutup.
Keterbukaan tersebut bisa menjadi sebuah perwujudan desain. Rumah yang menyatu dengan alam, seolah-olah rumah dan ruang luar tidak ada batasnya, merupakan salah satu bentuk sikap terhadap alam, kebijaksanaan desain. Terkait dengan hal tersebut, mungkin arsitek bisa banyak belajar dari arsitektur tradisional. Pada arsitektur tradisional, material masih sangat alami. Begitu pula dengan proses desain yang banyak dilakukan secara bergotong royong.

Hal lain yang bisa saya tangkap adalah kebebasan membentuk ruang. Desain tidak lagi terpatok pada di ruang A saya harus makan, di ruang B saya tidur, tetapi saya akan makan dan tidur di tempat manapun yang saya suka. Bisa jadi saya makan di ruang A, kadang di ruang B. Di sinilah fungsionalitas sebuah ruang diuji, semakin banyak kegiatan yang bisa dilakukan di tempat itu, semakin efisien dan berfungsi maksimal. Tetapi tetap, semua itu kembali kepada si empunya selaku penghuni dan pelaku kegiatan di dalamnya.

Karya arsitektur juga harus bisa membawa kemanfaatan bagi masyarakat, baik manfaat ekonomi maupun social. Contohnya dengan memanfaatkan segala potensi local dan meminimalisasi produk-produk fabrikasi. Banyak potensi lokal yang bisa dimanfaatkan, seperti tukang yang berasal dari lokal. Di samping menghemat pembiayaan, juga akan memberikan lapangan pekerjaan serta membantu kehidupan orang lain. Inilah yang dimaksud dengan kemanfaatan dari segi ekonomi. Begitu pula dengan material yang digunakan, material lokal jauh lebih murah disbanding material fabrikasi, dan tetap memberikan sentuhan estetika yang menarik, serta kontekstual dengan lingkungan.
Meski karyanya lebih banyak mengadopsi unsur lokal, alam, dan tradisional, beliau tidak lantas serta merta mengabaikan arsitektur-arsitektur kontemporer. Kedekatan dan berbincang dengan arsitek-arsitek kontemporer dapat memberikan wawasan agar desain tetap up to date namun tetap sustainable.




---kalau ada yang lain, sharing-nya yaah..:)

Gambar copas dari: architerian.net, meeftah.blogspot.com, arteallarte.org, qolbimuth.wordpress.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar