Sabtu, 14 April 2012

Night Mates


ibee.iblogger.org


Tiba-tiba saya teringat kebiasaan bersama beberapa kawan se-kos kala masih mengenyam masa kuliah dulu. Saat rasa bosan atau suntuk melanda pada sore atau malam hari, kami akan bersepakat untuk mencari menu kuliner santai alias lesehan. Lesehan sendiri berarti duduk di lantai beralaskan tikar dan semacamnya dengan suasana santai. Namun kala itu tidak hanya di lantai kami duduk, terkadang  duduk di trotoar jalur lambat atau bibir taman di tepian jalan menjadi alternatif lain. Dan tidak ketinggalan pohon yang menaungi. Lalu sesekali angin akan berhembus yang seakan turut menerbangkan kebosanan. Terkadang satu dua helai daun pun akan turut gugur. Hap! Berkah bagi pengoleksi daun gugur. :D

Satu jam terkadang terasa begitu singkat.  Hanya untuk sekadar mengobrol ngalor ngidul. Tak ada niat lain selain hanya ingin terbebas dari rutinitas harian dan mengisi kantung lambung. Pun dengan pelbagai macam pilihan menu di beberapa titik kuliner tetap menjejakkan kesan tersendiri hingga kini. Saya masih ingin tersenyum saat mengingat seorang kawan yang terbiasa memesan makanan dengan ekor dua kata: “pedhes banget” pada momen bosan seperti itu.  Dan seketika penjual akan tersenyum lebar.

Saya jadi rindu menyusuri Jalan Ir Sutami, Jalan Ki Hajar Dewantara, Jalan Kartika, atau melancong empat kilometer ke pusat kota. Selain lesehan, tak jarang kami juga akan meluangkan diri untuk sekadar memburu es krim, satu bar kecil cokelat, atau wedang ronde plus roti konde! Jangan berpikir bentuk roti ini persis konde (saya dulu berpikir begitu), karena nyatanya beda. Roti ini mungil seperti pancake dengan olesan berbagai macam rasa. Saya paling suka cheese-blueberry. ;) Bagi pelanggan kereta api Jogja-Solo rasanya tidak asing dengan penjual roti yang hilir mudik di stasiun. Nah seperti itulah tampilan roti konde meski dengan ukuran lebih mungil.



“Tahun depan aku akan merindukan suasana malam hari di ruas jalan ini seperti saat ini.”

Kurang lebih kalimat seperti itu pernah saya lontarkan di akun jejaring sosial awal tahun lalu saat me-leseh di ruas blok Widuran. Dan terbukti suasana malam di Solo belum jua bosan untuk dihinggapi. Pada penghujung penghabisan waktu di Solo, saya kian bersemangat karena berkesempatan menyambangi beberapa hajat besar di kota itu. Sebut saja, Solo Batik Carnival yang kebetulan saat itu diselenggarakan kala malam hari. Begitu juga dengan SoloInternational Performing Art di Mangkunegaran serta sesekali berkunjung ke hajat mingguan Ngarsopuro Night Market. Atau jejak pesta Sekaten di Alun-Alun Utara Keraton Kasunanan yang saat itu bertepatan dengan histeria Imlek. Maka sepulang dari alun-alun kami berhenti sejenak di bawah pendar “pergola” lampion-lampion yang bergelantungan di jalan yang membelah Pasar Gedhe Harjonagoro. Ah, satu yang terlewatkan: Solo International Ethnic Music.

Ada apa dengan Jogja? Rasanya hingar bingar kota ini masih belum populer di mata saya. Who wants to be my night-mates? :P

4 komentar:

  1. haha...
    baru ja aku niat mau nulis aku kangen Solo :))
    ya ampun, kota itu walo cuma 4 tahun tapi kok ngangenin ya..ckck

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena keluarga kita di sana ya kota itu dan segala isinya. orang terdekat kita di sana ya teman-teman. dulu di solo kangen rumah, sekarang di rumah jd kangen solo. karena kita punya dua keluarga. :D

      Hapus
  2. waaaaa aku jg kangen masa2 itu..wktu kita selalu bingung makan dimana..finaly, tertuju ke kpri hahaha...
    dulu yg malem2 kita nonton itu apa ya rop??
    kangennnn solo, kalian kalian semua.. :DD

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe lalu duduk dulu di selasar belakang gedung, berjalan bentar, berhenti di persimpangan, bingung mau jalan kaki atau naik motor (klo hbis makan musti balik kampus lagi). dulu kita nonton SIPA repiiiii... :) solo dengan segala kenangannya adalah bagian terindah dari perjalanan hidup kita. rasanya masih pengen duduk di lobi deket ruang2 dosen..hehe. melongok2 ke ruang2 dosen..:P

      Hapus