Senin, 23 April 2012

The Other Side of Gunung Kidul

prolog penyusuran sungai menuju air terjun
Beberapa hari yang lalu saya memimpikan tentang Night Mates di kota ini, setelah melepas night mates di kota seberang. And the dream comes true...:) Hari ini saya menemukan keluarga baru setelah diijinkan menjadi penyusup di antara para mahasiswa profesi farmasi salah satu universitas besar di Yogyakarta. Pertama kali bergabung lalu berpetualang bersama seharian.

Matahari telah naik sepenggalah saat kami mulai menyusuri perbukitan bertanah merah dan berbatu kapur di kawasan Gunung Kidul. Hmm...saya telah lupa kapan terakhir kali melintasi jalan menanjak ini. Setengah dasawarsa yang lalu mungkin? Tanah yang tandus, udara yang panas, hembusan angin kering, spesies tanaman, pipa-pipa air dengan beragam diameter, antena televisi yang begitu tinggi, dan perilaku orang di sepanjang perjalanan menjadi objek amatan saya. Tentu saja berbeda dengan keseharian masyarakat kota, cenderung sama (tapi tetap berbeda) dengan masyarakat pegunungan pada umumnya.

Destinasi kami kali ini adalah objek wisata Air Terjun Sri Gethuk, termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Playen. Dan sebelum mencapai titik air terjun tersebut jalanan yang terjal berbatu harus dilalui. Terjalnya jalan biasanya menandakan terpencilnya daerah, namun tidak kali ini. Meski medan cukup berat, ternyata objek itu sangat ramai. Apalagi pada saat hari libur seperti Ahad kemarin (22/04). Perjalanan yang melelahkan dan mendebarkan rasanya sebanding dengan keanggunan wisata yang ditawarkan.

perjalanan air
Bagi saya, objek ini mungkin seperti Green Canyon di kawasan Pangandaran, Jawa Barat. Terdapat sungai  berdinding tebing yang harus disusuri dengan perahu air atau rakit. "Kedalaman sungai yang kita lintasi bervariasi, paling dalam 20 meter," kata pemandu. Wow! Air sungai pada saat itu cukup bersih, berwarna hijau. Namun konon jika malam hari hujan mengguyur, pagi harinya air akan berwarna cokelat. Dan beruntung sekali, hari itu cuaca sangat cerah.

Segala sesuatu pastinya ada plus minusnya, begitu pula dengan yang satu ini. Akses yang masih sulit serta keterbatasan fasilitas mungkin menjadi faktor kekurangan yang utama. Namun melihat secara langsung pengerukan bukit-bukit kapur di kawasan objek tersebut, rasanya saya lebih memilih biarlah air terjun itu seperti apa adanya sekarang saja, kecuali akses jalan yang mutlak harus diperbaiki untuk kepentingan masyarakat setempat juga. It's better now than the artificial one...

Begitu pula yang tersembul di benak saya ketika tiba-tiba ada pengunjung yang melempar botol air minum ke tengah aliran sungai. Yakin, jika objek ini semakin ramai, sampah-sampah pasti akan semakin banyak berserakan jika tidak ada penanganan yang tepat. Untung saat itu ada petugas pemandu yang memperingatkan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Mempertimbangkan jumlah pengunjung, sebenarnya space objek ini kurang fleksibel untuk mewadahi sekian banyak orang dengan aksesibilitas internal objek utama yang sangat minim. Laiknya buah simalakama, harus ada opsi-opsi yang digugurkan antara memilih pendapatan daerah meningkat atau alam yang semakin tergerogoti manusia?

mata air yang tercurahkan
ini orang2 tidak dikenal kenapa ngeliat ke kamera saya?
Dan tentu saja nilai lebih dari objek ini adalah keeksotisannya. Sulit membayangkan akan tersaji limpahan air di tengah perbukitan gersang yang didominasi hutan jati. Great waterfall, green river water, and Great Creator. Air terjun --yang alirannya bercabang tiga, melukis pelangi diantara tebaran bebatuan. Lalu mengaliri meja-meja batu kapur yang berbentuk seperti punden berundak sebelum akhirnya jatuh menyatu ke dalam hijaunya air sungai menuju muara laut selatan. Lebih dari cukup untuk sekedar berpuas-puas bermain dengan kecipak-kecipak air atau mendaki batu-batu putih itu. Yaa, meski harus sedikit belibet dengan rok. :P


PS: satu hal yang membuat saya cukup salut adalah penggunaan potongan kayu sebagai bangku duduk dan paduan bambu-anyaman daun kelapa sebagai material shelter. entah itu konsep sementara atau memang konsep final, semoga... konsep final (yang harus disempurnakan). :)

back to nature
*)terima kasih fa, angi, vian, ami, lina 1, lina 2, ria, hilal, mas adi, nanda, dkk. great journey! kapan2 mau diajakin lagi :P

7 komentar:

  1. Rofidaaaaaaaaaaaaaaaaaa....!!!!
    aku mau ke siniiiiii >,<

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaa...nique dataaang. capeeek niq di jalaan. aku mau lagi, asal dibonceng (lagi) :P sini gih ke jogja, bawa motormu juga, ntar aku ajak ke sana deh...:D

      Hapus
    2. motoran?
      kabar yang beredar jalan di Gunung Kidul tu.....nggak halus
      ahahaha
      emang g ada angkot yang ke sana ya?

      Hapus
    3. kalo jalan utamanya masih halus niq, kelok2annya juga ga seterjal lawu. tapi begitu belok ke jalan cabang, baru deh... angkot? mau berapa jam? kemarin sih ga liat ada angkot, ini masuk desa2 gitu ga kayak klo ke te-we aksesnya, lebih susah..dan menantang. hehe |tapi aku maunya tetep dibonceng hehe, kecuali klo matic berani deh boncengin. pengalaman ke sukuh buat tugas tka 2, boncengin ana, jatoooh...>.<

      Hapus
  2. wah, pengen ikutan :(
    *sakau lama ngga' mbolang*

    BalasHapus
    Balasan
    1. :D lama ga mbolang bisa sakau ya? hehe

      Hapus
    2. beneeer... yg ada malah halusinasi pikiran2 negatif krn kekurangan melihat dunia luar *apa-seh*

      Hapus