Minggu, 09 September 2012

Re-sign

Resign.
Akhirnya aku mengenali kata itu. Kosakata yang semenjak lepas dari bangku kuliah seringkali membayang-bayangiku melalui cerita-cerita kawan seperjuangan atau kakak-kakak yang telah lebih dulu melangkah. Mungkin tidak sedikit yang heran dan menyayangkan keputusanku ini di tengah persaingan dunia kerja. Namun keputusan ini telah kubulatkan, restu bapak dan ibu pun sudah di tangan. 

Bukan tanpa sebab ketika aku membulatkan tekad untuk mengatakan buliran kata-kata yang memiliki satu kesimpulan: resign. Dan ada sejumput idealisme yang masih terus merasuk di dalam jiwaku. Entah kapan aku akan mulai sedikit menyerah dengan perkara idealisme ini. Saat aku telah memutuskan suatu hal yang menyangkut prinsip, sulit bagiku untuk merubahnya sedikit. Apalagi membatalkannya, tak semudah membalikkan telapak tangan.

Masih kuingat dengan jelas percakapan (mungkin lebih tepat jika kusebut "persidangan"?) dengan ketua jurusanku di masa-masa akhir kuliah. Di lobby jurusan, kami duduk di sofa-sofa cokelat membicarakan tentang waktu yang akan senantiasa bergulir, tentang langkah-langkah selepas gelar tersemat. Aku bertahan dengan keputusanku, keinginanku. Hingga akhirnya beliau berujar kurang lebih, "...idealisme itu boleh-boleh saja. Tetapi harus bisa menempatkan pada tempat yang tepat ..."

But, yes, it's hard....

4 komentar:

  1. kalo kata sahabatku, "masih muda, idealisme masih tinggi. cuma kita juga harus hati-hati, karena idealisme dan egois itu beda tipis"

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe hanya berharap smg keputusan ini bukan karena keegoisanku semata..:) thanks niq..

      Hapus
  2. Apapun keputusanmu, kl itu yg terbaik buatmu, aku slalu mendukungmu sobat :) Hahahaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. thank you, sobaaat... semoga ini keputusan terbaikku saat ini. amiin. #doakan untuk langkah selanjutnya yaa..:)

      Hapus