Sabtu, 31 Agustus 2013

Muito Abrigado

Dan pada akhirnya aku memang harus percaya pada waktu. It’s about time matter.

Man shabara zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung. Man saara ala darbi washala, siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan.

Sudah genap sepekan aku menjalani kembali profesiku dengan bergabung ke dalam divisi perencanaan dan perancangan sebuah kantor pengembang properti di kota tempatku tinggal. Ya, pada akhirnya aku kembali bermuara di jalur ini. Sepulang dari ibukota, aku sempat rehat hampir tiga bulan dari bangku karier. Hingga di bulan terakhir beberapa aplikasiku tembus ke meja departemen HR. Beberapa kali selulerku berdering demi mengundangku mengikuti sesi tes kompetisi atau wawancara. Namun akhirnya justru di kantor inilah aku singgah. Keputusan langsung diketuk palu di meja wawancara. Tak perlu menunggu lebih lama lagi.Terkejut ketika hanya ada sesi wawancara. Tanpa tes kompetisi. Ya, hanya persoalan waktu dan sedikit kesabaran.

Akhirnya, di kantor ini aku seolah memiliki keluarga baru. Kekerabatan yang sedikit demi sedikit terasa erat. Suasana kerja yang selama sepekan pertama aku di sana senantiasa memotivasiku untuk tak mudah menyerah.

“Aku dulu juga begitu. Aku justru merasa bahwa kuliahku di sini. Aku bisa ini-itu juga di sini,” ucap teman satu divisi di dapur kantor selepas shalat berjama’ah.

“Kamu mbok belajar bikin kayak gini lho. Lumayan kan kalau bisa, apalagi masih muda. Saya aja gini-gini juga suka iseng belajar ngegambar. Buat hiburan,” tukas bapak kepala bagian umum yang bersebelahan meja dengan saya.

“Eh kamu bisa itu ta, besok aku diajari ya,” sepenggal kalimat lain yang belakangan muncul setelah aku berulang bilang bahwa aku belum bisa ini dan itu.

Entah bagaimana bermula, kehangatan suasana itu terasa sungguh. Sebagai perempuan, urutan pertama dalam memilih pekerjaan, bagiku adalah suasana. Bukan besar kecilnya salary. Bekerja harus nyaman dan tidak tertekan. Kedua, kantor dengan mushola. Untuk poin kedua ini, aku merasa sudah lebih dari cukup. Tidak saja kantor dengan mushola, namun juga dengan shalat berjama’ah. Tidak saja di kantor, tetapi juga ketika harus turun ke lapangan. Sebagai komplementer, setiap akhir pekan diadakan kajian mingguan. Setidaknya suplai untuk rohani juga terjaga dengan baik. Hal yang sangat jarang kutemui di lingkungan kerja, apalagi dalam bidang properti dan arsitektur.

Selamat datang ke dalam komunitas beranggotakan para lelaki. Ucapan itu tepat sekali rasanya untukku. Perempuan seorang di dalam divisi perencanaan dan perancangan. Empat teman perempuan lainnya berada di divisi marketing dan empat orang lagi tergabung di bagian keuangan, aktivitas yang begitu feminin. Sedangkan saya berkutat dengan dimensi dinding dan ruang, lebar jalan, tinggi pagar, dan ide bagaimana mempernisnya agar nampak cantik. Pekerjaan ini juga masih terbilang feminin karena dilakukan di belakang meja. Tapi tidak lagi ketika berikutnya saya ikut turun lapangan, turut meninjau beberapa lokasi proyek bersama kaum adam. Tiba-tiba ingin tertawa jika saja saya bisa melihat dari jauh diri saya sendiri tersembul di antara patok-patok di atas kegiatan persiapan lahan yang dikelilingi lelaki atau nginthil bludhas-bludhus di bawah konstruksi yang belum jadi.

Kucluk. Tetapi justru di lapangan itulah aku merasa lebih banyak menyerap ilmu secara nyata. Tidak hanya bagaimana membuat desain yang menarik atau konstruksi dan utilitas yang efisien. Lebih dari itu, juga pertimbangan pemilihan lahan, tantangan pembebasan lahan, hingga strategi pemasaran properti. Masih secuil, but seems worthy enough –setidaknya untukku pribadi sebagai bekal mengkhayal.

Untuk diketahui, detik ini aku bahagia mengenal kalian. Tadi pagi saat aku melaju di jalanan menuju kantor, menghirup udara dan merasai kehangatan mentari; aku merasa sangat mengenal udara hangat itu. Seperti deja vu atas kebahagiaan di bangku sekolah yang telah lalu. Terima kasih. Aku menemukan ayah kedua, belasan saudara, kakak-kakak, adik-adik, juga teman seperjuangan. Kuharap ini untuk seterusnya.

di sinilah aku kembali dari perjalanan
panjang
setelah kehilangan ruang bercerita

*muito abrigado: terima kasih banyak

2 komentar:

  1. sepertinya nyaman sekali ya di kantor baru. ah, jadi inget kantor di bandung dulu yg punya masjid sendiri. setiap zuhur dan asar semua pegawai langsung ikut shalat berjamaah di masjid (hal ini sebenernya yg paling aku suka dari kantor dulu), sebelum masuk kantor ada saja yang masih shalat dhuha di masjidnya.
    moga2 semakin betah di kantor baru :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin ndah. :)

      semoga juga dapat jalan terbaik untuk amriknya ;)

      Hapus