Since I found a new
family there.
Perjalanan itu tak pernah berhenti dan tanpa pernah
disangka-sangka alurnya. Ketika takdir membawaku bergabung dengan tim yang kini
menjadi basisku belajar. Ya, belajar. Sejak hari pertama aku mengenal mereka,
yang kini menjadi teman-temanku, tak henti-hentinya berbagai macam dukungan
kurasakan dalam banyak cara dan rupa.
“Aku dulu juga seperti itu. Bahkan kukira justru di
sinilah tempat kuliahku yang sebenarnya.”
“Ada CAD, SketchUp, 3DsMax, ArchiCad, dan Revit.” Dan kemudian
mengalirlah cerita seputar hal itu yang membuatku bergidik. “Aku dulu punya
teman, dia basic-nya bukan di 3D, tapi dia selalu belajar tentang itu. Sekarang
kerjaan dia ya seputar itu, di Jakarta dia ngerjain apapun yang ada kaitannya
sama 3D. Tebak berapa pendapatan dia untuk tiap proyek?”
“Ayo tingkatkan. Kamu pasti bisa. Aku aja bisa, kamu juga
pasti bisa.”
Tiada bosan-bosannya tim kecil ini mengingatkan dan mensupportku. Satu bulan dan hampir tiap
pekan pasti ada lontaran-lontaran semangat itu. Mungkin memang suasana ini yang
selama ini kucari, dan pencarian panjangku akhirnya mendamparkanku di sini.
Ketika senior bersedia membimbing juniornya, dan pimpinan memberikan kesempatan
belajar dari NOL. Syarat yang kutemukan tersirat: sadar diri untuk senantiasa
belajar.
Aku pun takjub dengan diriku sendiri. Semula aku keukeuh
masih ingin bekerja dengan caraku sendiri, sebisaku sendiri. Dan mereka bilang,
“Iya, gapapa.” Tapi tanpa sadar, mereka pun mulai meracuniku,
mengiming-imingiku, dan tak henti-hentinya mengingatkanku untuk mempelajari
cara yang baru (yang semula terpatri rumit di alam pikirku). Tapi pada akhirnya
aku terjebak dengan cara mereka bekerja. Bertolak dari titik belakang, aku
belajar, dan mereka bilang, “Nanti kalau sudah tahu caranya, kelebihannya, kamu
pasti akan penasaran dan ketagihan.” And
it works. Sekarang aku malu sekali melihat gambar pertamaku yang kuajukan
ke pimpinan. Cita rasa gambar itu kini tampak begitu berbeda.
“Banyak pilihan dalam hidup. Jika aku memilih salah satu, aku akan bertahan pada satu pilihan itu. Kecuali waktu akan menjebakku ke dalam pilihan lain. Dan setiap hal yang terpilih itu tetap ada konsekuensinya. Lalu jangan memaksaku untuk sempurna dalam dua hal sekaligus.”
“Kamu tidak akan pernah mendapatkan tempat lain dengan
solidaritas seperti di sini. Yakin deh.”
Kata-kata yang tercetus beberapa hari di awal aku masuk
kantor, mendadak tak henti-hentinya kurapal. Pasalnya belum sebulan aku
mengenal mereka, tetapi tiba-tiba mereka hadir kemarin saat rumah kami berduka.
The true solidarity. Tidak hanya
perkara profesi yang menjadi bahan pembelajaran namun juga sosial. Aku yakin
betul di kantor bukannya tidak ada pekerjaan yang menanti untuk segera
diselesaikan. Tetapi, ya itulah...mereka.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar