Bantaran Sayidan |
Rata-rata bantaran sungai di kota-kota besar Indonesia
identik dengan pemukiman yang rapat hingga tak menyisakan sepetak ruang publik
bagi masyarakatnya. Apalagi apabila melihat kota sekaliber Jakarta dengan
sungai-sungai yang mengalir di mukanya. Pemerintah daerah pun sewajarnya tak tinggal diam atas persoalan seperti ini.
Bukan saja untuk menghindari resiko banjir ketika volume air naik di musim
penghujan, melainkan juga upaya untuk mempercantik wajah kota (city beautification).
Dahulu, sewaktu masih menjadi penumpang kereta komuter
Solo-Jogja dan sebaliknya, seorang bapak yang duduk di depan saya terlihat
kagum seraya berujar, “Jogja itu tata kotanya bagus.” Saat itu kereta sedang
melintas di atas Kali Code, dan dari tempat kami duduk terlihat komposisi jalan
yang memutar dengan air mancur dan pergola, kontras dengan padatnya pemukiman
di tepian Code. Solo pun melakukan hal serupa melalui walikotanya saat itu,
Joko Widodo, yang kini menjabat Gubernur Jakarta. Taman Tirtonadi dan Taman
Sekartaji merupakan dua contoh revitalisasi kawasan tepian sungai. Sayangnya
terakhir kali saya ke sana, Taman Sekartaji bahkan sudah mangkrak dan taman
mulai gersang. Rupanya mungkin ruang publik serupa taman kota bukan kebutuhan
primer bagi warga.
Salah satu sudut bantaran. |
Namun saya menemui penyelesaian yang cukup brilian kemarin
sore (27/10). Selepas meet up dengan
teman-teman kuliah di Vredeburg Fair,
kawasan cagar budaya Benteng Vredeburg, kami melanjutkan perjalanan
dengan berwisata kuliner di Lesehan Sayidan, masih merupakan tepian Kali Code.
Yaitu tepat di bawah sculpture
Jembatan Sayidan. Lantai paving
berlapis tikar atau tanggul sungai yang terdesain serupa tempat duduk. Ditambah
tatanan meja-meja kecil dan atap asbes, saya terbawa ketakjuban tersendiri.
Beberapa pohon tetap dibiarkan tumbuh sedang angin mengalir lepas dari arah
sungai. WiFi kualitas excellent dan “restoran”
buka nonstop 24 jam.
Berulang kali saya menyambangi bibir sungai yang hanya
berjarak tak lebih dua meter dari meja kami. Seperti orang heran, saya
mengamati pemandangan di sekitarnya. Jika jeli, sebenarnya sajian visual yang saya terima sangat khas urban. Jajaran
jemuran pakaian yang melambai di sana-sini. Antena televisi yang menjulur di
sana-sini. Juga elevasi atap yang tak rapi. Tapi sungai yang cukup bening dan
mengalir deras benar-benar menggugah selera. Saya tidak bisa mendeskripsikan
bagaimana saya langsung menyukai tempat ini; tentu masih banyak restoran dengan
sajian istimewa dan tata ruang yang jauh lebih elegan. Tetapi tempat ini sangat
merakyat menurut saya.
UPPKS Lumintu I. Dinding tanggul jalan berpola ala jerapah
yang menjadi sandaran saya mencantumkan aksara-aksara tersebut. Lalu saya
mengaitkan dengan poin tempat ini bukan milik individu melainkan usaha bersama
masyarakat kampung di situ. Berarti warga kampung ini telah mempunyai pemikiran
yang lebih maju. Setidaknya di tengah kepadatan kota, masih tersedia ruang
komunal tidak hanya bagi warga tetapi juga publik. Patut menjadi proyek
percontohan untuk penyelesaian desain kawasan bantaran sungai yang sederhana
tapi bernilai.
Deliciouso. |
Sayang sekali. Ya, jujur saya menyayangkan bahwa saya
ketinggalan mengenai hal ini. Beberapa bulan lalu saya sempat meriset cepat
mengenai Kali Code dan pemukiman di sana sebagai materi sebuah majalah
arsitektur (Ruang Arsitektur Free Magz). Riset jarak jauh yang saya lakukan karena
saat itu masih berdomisili di Jakarta. Dan titik penting ini luput bahkan tak
tersentuh sama sekali dari pencarian saya. Padahal saya telah mengambil
kesimpulan dengan merangkum uraian Romo Mangun, arsitek sosial Kawasan Code
Gondolayu, yaitu bahwa masyarakat bantaran Code dengan berbagai latar belakang
yang menyertainya tidak mungkin digusur. Penggusuran hanya akan menimbulkan
masalah baru: munculnya pemukiman liar. Sehingga alternatif solusi yang dapat
dilakukan adalah memberdayakan setidaknya untuk meningkatkan taraf hidup.
Seperti misalnya dengan kemunculan Lesehan Sayidan.
enak banget kayaknya suasananya ya, apalagi kalo sama temen2 :) kapan2 kalau ke yogya lagi pengen nyoba ke sana ah, menikmati "restorannya" :D
BalasHapusyuk mari ;)
BalasHapus