Senin, 19 April 2010

Budaya Jalan Pintas: Budaya Kita?


“Semua bunga di masa mendatang berasal dari benih masa kini.”
-Anonim-

Pendidikan adalah corong menuju masa depan. Pendidikan merupakan sebuah proses menuju kehidupan yang lebih baik. Sekarang ini, Indonesia dikenal sangat buruk dalam bidang pendidikan. Sumber Daya Manusia Indonesia sangat rendah kualitasnya. Banyak siswa yang justru terperosok ke jurang yang dalam dan kelam. Citra pendidikan Indonesia di mata masyarakat Indonesia sendiri maupun dunia telah tercoreng karena banyak permasalahan pendidikan yang belum mampu tertangani oleh pemerintah. Ditambah lagi, berbagai bencana yang akhir-akhir ini melanda berbagai wilayah di pelosok tanah air saat berlangsungnya musim ujian akhir menimbulkan berbagai kekecewaan di kalangan pelajar.
Redupnya cahaya bangsa ini dapat ditinjau dengan kurang konsistennya kinerja elemen pendidikan dalam membimbing tunas bangsa. Salah satu hal negatif yang telah membudaya selama berpuluh tahun di Indonesia adalah budaya jalan pintas semisal mencontek atau menjiplak pekerjaan orang lain. Sampai saat ini belum ada penanganan lebih lanjut yang dilakukan. Tak jarang ditemui ketika ulangan banyak siswa yang melirik ke kanan atau ke kiri kemudian ke depan maupun ke belakang. Mengapa hal itu dapat terjadi?
Cara belajar yang salah merupakan salah satu penyebab sesorang tidak mampu menyerap apa yang seharusnya ia dapatkan. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena kurangnya pengetahuan mengenai kinerja otak kanan dan otak kiri. Otak terdiri atas belahan kanan dan belahan kiri. Jika otak kanan dan otak kiri dapat bekerja secara seimbang, tidak mustahil hasil yang diperoleh akan lebih baik. Tahun 1968 Dr. Roger Sperry pertama kali menemukan perbedaan fungsi otak yang berbeda antara belahan otak kiri dan belahan otak kanan. Secara garis besar, fungsi yang dikendalikan oleh masing-masing belahan otak adalah otak kiri mengendalikan pikiran sadar, analisa-logika-rasional, dan bahasa. Sedangkan otak kanan mengendalikan pikiran bawah sadar, emosi, kreatif, dan intuitif.
Para ahli mengatakan bahwa manusia hanya menggunakan sekitar 3-5 % dari seluruh kemampuan otaknya karena sebagian besar kemampuan otak terkunci di dalam pikiran bawah sadar yang merupakan bagian dari otak kanan.
Otak kanan akan mengendalikan fungsi photographic memory, speed reading and listening, automatic mental processing, mass-memory, multiple language acquisition, computer-like math calculation, creativity in movement, music and art, dan intuitive insight.
Kemampuan menyimpan memori otak kanan benar-benar hebat (long term memory) sedangkan kemampuan menyimpan memori otak kiri terbatas (short term memory) sehingga sering memori itu hilang saat benar-benar diperlukan. Misalnya, saat belajar materi tersebut dapat dihafalkan namun saat ujian justru lupa sama sekali. Hal yang sama terjadi juga ketika kita bertemu teman lama, kita dapat mengingat wajahnya tetapi sering lupa namanya karena wajah (gambar) diproses oleh otak kanan sedangkan nama (bahasa) diproses oleh otak kiri.
Saat ini pendidikan formal di Indonesia cenderung memfokuskan pada penggunaan otak kiri. Hanya anak-anak yang masih duduk di playgroup dan Taman Kanak-kanak (TK) saja yang penggunaan otak kanannya masih dijalankan. Pada jenjang yang lebih tinggi anak-anak terpaksa menggunakan otak kiri untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar karena pelajaran lebih banyak ditekankan pada penalaran, berpikir logis, analisis, dan struktural. Dalam hal ini bukan berarti kemampuan otak kiri diabaikan. Hanya saja untuk bekerja lebih optimal perlu adanya keseimbangan antara otak kanan dan otak kiri. Untuk memproses informasi secara efektif diperlukan kerja kedua belahan otak karena pada dasarnya kedua belahan otak ini akan saling melengkapi.
Penekanan otak kiri justru akan menciptakan tunas bangsa yang tidak kreatif karena otak kanan yang berfungsi dalam segi kreativitas tidak berkembang. Munculnya generasi penerus yang dapat menemukan hal-hal baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat terbatas. Tokoh terkenal dunia seperti Albert Einstein sangat menyenangi musik. Ia pernah berkata, “Imagination is more important than knowledge.” Imajinasi lebih penting daripada ilmu pengetahuan.
Menurut Gerald Edulman, seorang pemenang hadiah nobel, otak berkembang melalui proses seleksi. Bagian otak yang sering dipakai akan ‘hidup’ dan bagian yang tidak pernah dipakai akan ‘mati’.
Pemerintah Indonesia seharusnya mengembangkan sistem pendidikan dengan lebih baik. Dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi ini kemampuan otak sedikit demi sedikit mulai berkembang walaupun banyak kendala yang harus dihadapi. Pendidikan dengan menerapkan prinsip belajar sambil bermain mungkin dapat dijadikan tolok ukur dalam pengembangan kurikulum pada masa yang akan datang.
Permasalahan pendidikan yang berkaitan dengan timbulnya budaya jalan pintas ini selayaknya diberikan perhatian lebih. Saat anak-anak mencontek sebenarnya banyak akibat yang timbul, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain saat ini maupun esok.
Pertama, anak terbiasa berpikir pendek. Jika ia nantinya menghadapi masalah di luar kelas, ia tidak dapat mengatasinya. Anak menjadi tidak mandiri karena selalu tergantung kepada orang lain. Padahal belum tentu saat ia menghadapi permasalahan di luar kelas orang lain mampu membantunya. Akhirnya hal ini akan membawa anak pada masalah lain yang lebih rumit misalnya lari dari tanggung jawab, terjun ke dunia narkoba, atau bergaul dengan orang yang berkarakter negatif.
Kedua, timbulnya iri hati antara anak yang satu dengan anak yang lain. Tidak semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk mencontek. Anak yang duduk di meja belakang cenderung memiliki kesempatan luas untuk mencontek. Berbeda dengan anak yang duduk di barisan depan sekaligus berada di depan pengawas. Kesempatan yang ada sangat kecil bahkan tidak ada. Hal ini akan menyebabkan timbulnya pertentangan diantara anak-anak. Anak yang tidak dapat mencontek cenderung membenci anak yang memiliki kesempatan luas mencontek. Artinya, tidak ada keadilan diantara anak-anak tersebut disebabkan karena kesempatan mencontek.
Ketiga, masa depan tidak dapat berjalan seperti sekarang. Jika saat mencontek anak selalu memperoleh nilai baik maka kemungkinan besar mereka akan kesulitan menjalani hidup. Nilai yang diperoleh tidak mencerminkan kecerdasan anak sesungguhnya sehingga hal itu hanyalah kebahagiaan sesaat saja.
Keempat, timbulnya rasa kurang percaya diri. Percaya diri adalah karakter yang tidak setiap orang memiliki. Sangat jarang orang yang memiliki rasa percaya diri kuat. Orang yang tidak percaya diri inilah yang kadang-kadang menyebabkan seseorang ‘membebek’ tingkah laku orang lain termasuk mencontek. Padahal menurut Richard Webster dalam bukunya Seven Secrets to Success dikatakan bahwa salah satu kunci kesuksesan adalah percaya diri yang kuat.
Kelima, terhambatnya pendidikan anak. Anak seharusnya telah menerima beberapa materi dalam jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Namun karena ia menggantungkan diri pada contekan, ia tidak bersungguh-sungguh belajar. Materi itu pun lenyap dalam waktu singkat.
Keenam, anak akan mempunyai kebiasaan buruk yang nantinya dapat berkembang. Mencontek dapat menyebabkan berbohong, berbohong dapat mengakibatkan lari dari tanggung jawab dan seterusnya yang akhirnya akan merugikan orang lain.
Sesungguhnya permasalahan pendidikan dapat ditangani jika adanya kesungguhan segenap elemen pendidikan. Pendidikan dengan sistem yang menyenangkan adalah pendidikan dambaan siswa. Pendidikan yang menyenangkan adalah pendidikan dengan menyeimbangkan kemampuan belahan otak kanan dan otak kiri.
Satu hal yang masih salah kaprah di Indonesia yaitu anggapan bahwa anak pintar adalah anak yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi. Padahal sesungguhnya anak yang pintar adalah anak yang memiliki kreativitas tinggi. Anak yang memiliki pengetahuan yang tinggi cenderung menghafal sehingga otak kanannya tidak berfungsi baik. Namun anak dengan kreativitas tinggi akan dapat menciptakan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah ada meskipun hal itu mustahil terjadi.
Penemu pesawat terbang, Wright bersaudara semula hanyalah berkhayal ingin terbang di angkasa. Orang-orang menganggap mereka aneh bahkan gila karena saat itu hal ini mustahil terjadi. Setelah melakukan percobaan dan penelitian berkali-kali tanpa putus asa akhirnya kita benar-benar bisa terbang di angkasa berkat jasa mereka. Mereka tidak mungkin berkhayal jika otak kanan mereka tidak berkembang. Mereka benar-benar orang yang kreatif.
Pendidikan di Indonesia membutuhkan perbaikan yang banyak. Kecurangan-kecurangan tersebut seharusnya dapat diatasi jika adanya sikap tegas setiap insan pendidik. Harapan untuk hidup lebih baik ada di tangan tunas-tunas bangsa namun untuk mencapai impian tersebut perjuangan para pendidik sangat dibutuhkan. Semoga bintang-bintang masa depan Indonesia akan bercahaya di masa mendatang.

Referensi:
• Arik S. Martono, Kupasan Psikologis Belahan Otak Kanan
• www.balitacerdas.com
• Ganesha Operation, Brosur Revolusi Belajar

*)ditulis pada kompetisi essay PP Aisyiyah tahun 2007

1 komentar:

  1. gambar copas dari: http://mas.mus.web.id/2009/07/mahalnya-biaya-pendidikan/

    BalasHapus