Selasa, 23 Agustus 2011

Kontemplasi

 Pagi ini adalah hari pertama sekolah libur dalam rangka perayaan Idul Fitri 1432 H. Semua kegiatan pagi hari tidak lagi terkesan grusa-grusu.

Entah kenapa, dan bagaimana mulanya, ba'da shubuh, bapak, ibu, aku, dan adik-adik semuanya stand by di ruang tengah, meskipun tetap dengan aktivitas masing-masing. Satu pernyataan bapak yang menohok:
Apakah kamu sadar apa makna, manfaat, tujuan, apa-apa yang kamu kerjakan? Kasus sederhana, misalnya tilawah. Sekadar membacanya sudah mendapat pahala, namun bukankah alangkah lebih baik apabila memahaminya sehingga bisa mengamalkannya. Satu ayat Al Qur'an itu berat. Rasulullah saja ketika diajari malaikat, iqra' langsung gemetar dan kedinginan lalu minta diselimuti. Terkadang kita lebih banyak memenuhi target khatam banyak-banyak tanpa tahu maknanya, tanpa tahu apa arti yang kita baca.
Sepakat! Terkadang aku banyak bertanya pada diriku sendiri, sudah dua puluhan tahun dikenalkan Al Qur'an, berulang kali membacanya tetapi aku kurang bisa mendapatkan saripatinya. Maka beberapa tahun terakhir aku lebih menyedikitkan kuantitas bacaan tetapi menyambungnya dengan membaca artinya. Itu pula yang sering membuatku keteteran dalam hal kuantitas bacaan. Berarti kalau aku membaca artinya thok nggak apa-apa ya, tanyaku kemudian. :P

Semua itu berawal dari buku yang dibaca ibu, pada bagian-bagian yang bersifat penting, ambigu, atau terasa aneh dibaca lebih keras. Dan satu jam kemudian, kami sudah asyik menyimak isi buku tersebut, mengomentari, menambahi, juga melengkapi dengan ilmu yang pernah kami dapat.

Sekejap jadi ingat isi ceramah bapak di masjid beberapa hari yang lalu:
"Nggak cuma orang tua yang harus mengingatkan anak, anak pun harus mengingatkan orang tua. Hidup itu harus saling melengkapi antar sesama anggota keluarga."
Masa kecilku, sehari-harinya lebih banyak bersama bapak. Pekerjaan bapak yang fleksibel memberikan ruang lebih bagiku untuk mengenalnya dan belajar lebih banyak darinya. Kini mungkin sebagian sifatku lebih mirip bapak, terutama soal selera makan (bukan porsi makan :D). Sejak kecil pula aku kadang bertanya dan mengadu ini itu kepada bapak, meski kadang semakin beranjak besar wibawa beliau menyurutkan nyaliku. :(

terima kasih bapak, ibu untuk segalanya, segalanya, dan segalanya. terima kasih ibu, ibu, ibu, bapak, tidak mengekangku dan membiarkanku tahu melalui proses bukan sekadar kata-kata bernada tinggi. terima kasih untuk pelajarannya tentang kesederhanaan dan kesahajaan hidup --yang terkadang membuatku berbeda minat dengan teman-temanku. kalian adalah orang tua juara satu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar