Tampilkan postingan dengan label sisi hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sisi hidup. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 Agustus 2011

Tutup Buku

11 September 2007. Tanggal itu adalah awal aku mencoret-coret menulisi buku setebal 200 lembar kuarto A5. Buku bersampul warna biru ini adalah buku tebalku yang kedua. Buku berisi lembaran-lembaran kertas tempatku menumpahkan warna hari-hariku.
Yes, you could say it "diary". :D Terkesan jadul di tengah modernitas yang menggilas? Dan aku bertahan untuk tak terlibas? :) Aku memiliki buku catatan harian kalau tidak salah ingat sejak akhir sekolah dasar meskipun saat itu wujudnya adalah buku tulis. Tulisannya masih sangat lugu, polos, termasuk cerita pendek pertamaku yang terinspirasi dari ayah dan bunda. :) Entah dimana buku itu plus cerita itu, aku sudah lupa menyimpannya selain di dalam ingatanku.

Menginjak sekolah menengah pertama, catatan harian berganti mode ala anak-baru-gede. Dan tulisannya tentu saja sangat labil, sesuai dengan psikologis anak seusia sekolah menengah pertama. Buku itu masih kusimpan, meski kusembunyikan di laci. :D (it's silly story i've ever!)

Naik sekolah menengah atas aku sempat vakum satu tahun dari dunia catatan harian hingga pada tingkat dua, aku memutuskan kembali. Buku catatan harian yang aku pilih saat itu adalah buku tulis tebal, hard cover. Terinspirasi dari bucur kelas dan bucur di forum kepenulisan yang kuikuti. Itu adalah buku tebal pertamaku yang habis selama dua tahun masa sekolah menengah atas dan sekian hari awal kuliah. Amazing story i've ever! Aku bahkan sampai saat ini tidak percaya menuliskan segalanya sedetail itu (yang sekarang tidak bisa terulang di buku tebal kedua).

Dan kini buku tebal kedua menjadi saksi perjalananku selama kurang lebih empat tahun, 11 September 2007-06 Agustus 2011. Apa yang kutulis memang sudah tidak mendetail dan tidak seintens dahulu kala. Tetapi semua itu telah menjadi self healing therapy bagiku. Selain juga sebagai media mengasah kemampuan linguistik. Saat membaca ulang tinta-tinta yang mewujud deretan aksara itu, berbagai rasa muncul. Mulai dari bahagia, sedih, terharu, sebel, marah, malu, percaya tak percaya, dan sederet kata lain. Terkadang beberapa paragraf juga dapat melucutkan kristal bening yang melukis sungai-sungai kecil. :)

Last but not least, terima kasih untuk segala warna yang telah tertoreh dan ditoreh oleh siapapun dan apapun. Thanks a lot.

*saatnya memulai lembaran baru pada buku tebal ketiga :))

Minggu, 29 Mei 2011

I Not Stupid Too

Allah menciptakan sesuatu itu sudah diperhitungkan. Allah memberikan kekurangan pasti dengan disertai kelebihan yang luar biasa.
[Fatonah, Ibunda Luthfi Mu’awan (penemu pengawet ikan dari daun teh)]

Saat ini saya sedang menonton suatu acara di layar persegi. Suguhan yang sangat mempesona: mahasiswa, pelajar yang memiliki prestasi luar biasa. Salah satunya Luthfi Mu’awan, pelajar tingkat akhir sebuah sekolah menengah atas di Banjarnegara. Ia telah menorehkan prestasi dengan menemukan pengawet ikan dari daun teh. Namun di balik keberhasilannya itu, ternyata terdapat kekurangan pada tubuhnya…tangannya cacat. Subhanallah… kekurangan itu tidak menjadikan dirinya mundur atau menutup diri. Kekuatan untuk maju dan berprestasi justru membara, dengan dukungan penuh kekuatan seorang ibu.

Hal itu kemudian mengingatkan saya pada sebuah film produksi Singapura berjudul I Not Stupid Too. Film ini mengisahkan tentang dua buah keluarga yang berantakan. Keluarga pertama terdiri dari ayah dan ibu yang super-sibuk, beserta dua anak yang terabaikan dan kemudian ‘hancur’. Keluarga kedua terdiri dari seorang ayah yang mantan narapidana beserta seorang anak yang merupakan teman sekelas salah satu anak dari keluarga pertama. Kedua anak yang satu kelas tersebut suka sekali membuat onar di sekolah, hingga berulangkali berujung dipanggilnya orang tua. Puncaknya saat mereka masing-masing dihukum cambuk dan dikeluarkan dari sekolah.

Orang tua pertama yang super-sibuk benar-benar kurang menghargai anak-anaknya. Apa-apa yang dilakukan selalu dipandang salah, bahkan prestasi non akademik yang luar biasa pun dianggap tidak membanggakan. Orang tua kedua yang mantan narapidana memiliki sifat keras dalam mendidik, sehingga anaknya pun menjadi bersifat keras serta suka membantah.

Endingnya cukup mengharukan. Ketika kemudian orang tua-orang tua tersebut menyadari kesalahan masing-masing. Si ibu yang berhenti bekerja, disusul sang ayah. Namun sad ending juga menyertai kisah ini, bapak yang mantan narapidana itu meninggal ketika membela anaknya dan kemudian terjatuh tersungkur dari tangga plaza.

I couldn’t forget Jerry’s sentence: Do you know the mean of this word? (he holds a paper, written there ‘FAMILY’ word). Below the FAMILY word, written that FAMILY is Father and Mother, I Love You. =) So sweet, isn’t it?

picture taken from here

Lalu saya mencoba menyimpulkan pesan keseluruhan dari film tersebut, yaitu:

Lihatlah kelebihan mereka, dan bukan lihat kekurangan mereka. Itulah kebijakan yang paling bijak.

Sleman, 27 Mei 2011

Di bawah gemintang sejuta bintang.

Tepat lima tahun yang lalu tanah ini bergoyang.

When I …

picture taken from here

Ketika kamu melihat aku jarang marah, maka janganlah heran. Karena aku merasa bahwa ayah dan ibuku tidak pernah mengajarkanku cara untuk marah. (meski ada kadar toleransi tertentu)

Ketika kamu melihat aku jarang mengkritik, maka janganlah heran. Karena aku merasa tidak pernah dibesarkan di bawah kritikan. (meski ada kadar toleransi tertentu)

Ketika kamu melihat aku sering mengatakan ‘terserah’, maka janganlah heran. Karena aku dibiasakan menerima apapun dengan tangan terbuka. (meski ada kadar toleransi tertentu)

Ketika kamu melihat aku begitu simpel dalam hal menu makan, refreshing, atau apapun dalam hidupku. Ya itulah, yang aku pelajari selama ini.

Dan ketika-ketika yang lain, itu adalah kepercayaan yang begitu besar, kebijaksanaan yang begitu agung, dan kasih sayang yang tiada batas dari orang tuaku.

I proud, very proud to be their daughter… but a quest no one never knows: are they proud having me as their daughter?

Sleman, 27 Mei 2011

Ketika terpisah jarak dengan bunda sekian ratus kilometer… miss you, mom…

Jumat, 27 Mei 2011

Cukuplah Segenggam Pasir Pantai dari Pulau Seberang

entah kenapa setiap kali ada keluarga, teman, atau sesiapapun yang berpamitan kepada saya untuk pergi dan mengunjungi pantai, bersitan keinginan saya tentang buah tangan hanyalah: segenggam pasir pantai. inspirasi ini muncul ketika sekian tahun lalu saya melihat di layar persegi, seorang ibu mengoleksi pasir-pasir pantai dari berbagai pantai yang pernah ia kunjungi. maka, ketika kemudian saya beberapa kali membeli minuman yang berbotol kaca, saya pun mengumpulkannya. beberapa kali dikomentari siapa-siapa yang pernah singgah ke kotak kecil saya. dan...whatever... saya sudah memiliki rencana tersendiri dengan botol-botol kaca kecil itu. that's: pasir pantai...=)

picture taken from here

PS: mom, i just wanna the coastal sand of Kuta Lombok Beach and Lovina Beach...

Minggu, 18 April 2010

[Catatan Kaki] Blind Power

Sabtu, 10 April 2010. Pagi itu, di sebuah stasiun televisi swasta, saya menjumpai salah satu sosok yang begitu menginspirasi saya. Eko Ramaditya Adikara, seorang yang tuna netra yang memiliki banyak potensi. Dalam segala keterbatasannya Rama telah tumbuh dan berkembang menjadi seorang jurnalis, blogger, komposer, penulis, dan juga motivator.

Pagi itu sesaat Rama merilis bukunya yang berjudul Blind Power. Ia ingin menyajikan sesuatu yang berbeda tentang tuna netra dalam bukunya, bahwa tuna netra pun bisa seperti manusia yang terlahir dalam kondisi tak berkekurangan, bahwa tuna netra pun bisa menjadi lebih dari manusia yang terlahir berlebih. Dan Rama telah membuktikan tulisannya itu dengan kemampuan-kemampuannya! Masyarakat tidak perlu mengucilkan tuna netra karena tuna netra juga manusia biasa, sama seperti manusia-manusia yang lain.

***

Rama, setahun yang lalu dalam sebuah forum nasional kami pernah bersama. Ia hadir sebagai pembicara sekaligus motivator, dan saya sebagai peserta. Sungguh, tak henti-hentinya tasbih terucap saat Rama menceritakan sedikit tentang hidupnya. Tentang perjalanannya menguntai nada di perusahaan game Nintendo. Selama setahun bekerja dengan Nintendo, bahkan pihak Nintendo pun tak tahu bahwa Rama adalah seorang tuna netra. Itu wajar saja karena semua materi dikirim melalui email, komunikasi juga melalui dunia maya. Juga tentang semangat dan kesabarannnya menjalani hidup, tentang kebesaran hati dan kesyukurannya menerima anugerah yang telah Tuhan berikan.

Sejenak suasana menyepi, senyap. Berkontemplasi bersama, menutup mata, membayangkan sedang berada di sebuah padang hijau dengan taman bunga, tapi tak bisa melihat keindahan itu. Mendengar alunan gemericik air, tapi sulit mencapainya untuk menikmati sejuknya atau memandang beningnya air bersepuh riak-riaknya. Lalu...hadir orang tua, kakak, adik, orang-orang tersayang dan tercinta. Mereka ada, mereka berdiri di dekat kita tapi kita tak bisa melihat mereka. Gelap! Semua gelap! Hitam! Semua hitam! Tak ada biru, tak ada hijau, tak ada ungu, tak ada putih, tak ada kuning, tak ada merah. Yang ada hanya hitam! Tapi...benarkah itu gelap? Benarkah itu hitam? Sedang aku tak pernah tahu apa itu terang. Tak pernah tahu apa itu merah, kuning, hijau, biru, ungu.

Masih kuingat jelas di benakku, hari itu, ruangan tersebut terisak. Air mata-air mata haru sekaligus penyesalan, bercampur kesyukuran mengalir dari kelopak-kelopak mata. Rama membuat kami semakin mensyukuri hidup, menyemangati untuk melangkah maju dengan segala potensi yang Tuhan berikan. Jika Rama bisa, kenapa kami tidak? Jika Rama bisa, kenapa kita tidak?



*)gambar copas dari: www.kickandy.com/heroes/

Sleman, 10 April 2010
09:06 am
*jelang milad FIM 7 yang pertama, jelang perhelatan akbar FIM 9.
merindukan kebersamaan tak terduga dengan sosok-sosok inspiratif negeri ini.
FIM 7: Pemuda Indonesia! Aku untuk Negeriku! :p

Jumat, 12 Februari 2010

My Valentine...:)

Waktu terus bergulir. Era globalisasi sudah di depan mata. Pembatas antar negara kian pudar. Budaya-budaya dari luar negeri bebas masuk ke dalam negeri tanpa sempat melalui proses penyaringan. Tak sedikit orang yang terkena cipratan budaya tersebut. Parahnya, golongan remaja yang notabene masih dalam masa pencarian jati diri banyak yang ikut terlena. Generasi harapan serta penerus bangsa tak diketahui nasibnya kelak. Pikiran masih terombang-ambing dalam lautan globalisasi.
Dunia remaja adalah dunia yang penuh warna. Merasa ingin mencoba hal yang baru dan menantang adalah sifat dari kebanyakan remaja. Namun banyak dari mereka justru terperosok ke dalam lubang hitam yang penuh kehinaan, hingga masa depannya menjadi runyam. Jika generasi penerus hancur otomatis masa depan bangsa kelak juga ikut hancur.
Salah satu pengaruh yang merajai budaya remaja pop masa kini adalah Valentine’s Day. Valentine’s Day yang selalu diperingati setiap tanggal 14 Februari adalah hari kasih sayang sedunia, hari di mana mayoritas remaja mencurahkan seluruh kasih sayang mereka kepada orang yang dicintai.
Sekitar tahun 273 Masehi kepala St. Valentine, seorang pendeta Kristen dipancung oleh penguasa Roma karena memasukkan sebuah keluarga Romawi ke dalam agama Kristen. Lalu yang menjadi sebuah pertanyaan sekarang, apa hubungan antara Valentine’s Day dengan kisah pemancungan St. Valentine? Bila diruntut dari sejarah tersebut memang tak ada hubungannya sama sekali. Dalam versi lain dijelaskan bahwa pada awalnya bangsa Romawi merayakan hari besar mereka yang bernama Lupercalia pada tanggal 15 Februari sebagai penghormatan kepada Juno (Tuhan wanita dan perkawinan) dan Pan (Tuhan dari alam). Laki-laki dan wanita berkumpul lalu saling memilih pasangan dengan tukar kado dan hura-hura hingga pagi hari. Beberapa waktu kemudian pihak gereja memindahkan upacara penghormatan kepada berhala tersebut menjadi tanggal 14 Februari. Tujuannya pun dibelokkan untuk menghormati pendeta Kristen yang tewas dihukum mati, seperti disebut di atas yaitu St. Valentine.
Begitulah remaja. Mereka masih mengikuti apa yang menjadi trend masa kini tanpa mempertimbangkan untung ruginya, apalagi makna Valentine’s Day yang sebenarnya. Pokoknya asal ikut saja. Pendidikan yang tertanam serta lingkungan telah membentuk mereka untuk ikut serta dalam gelombang budaya Barat. Jika teman ikut memperingati Valentine’s Day, gengsi kalau tak ikut. Mungkin sebagian dari mereka akan mengajukan alasan senada jika ditanya alasan memperingati Valentine’s Day.
Valentine’s Day sudah jelas bukan berlatar belakang Islam. Lalu mengapa kita yang menganut Islam ikut dalam upacara penganut non Islam alias Kristen? Ketidaktahuanlah yang banyak mendorong untuk mengikuti budaya itu. Agama yang kurang tertanam hingga ke lubuk hati menjadikan tak ada pegangan untuk mengikuti arus budaya yang mengalir kian deras. Kurangnya perhatian orang tua, lingkungan yang sudah lebih dulu tercemar juga merupakan faktor pemicu.
Allah Swt. berfirman:
“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan, hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS Al-Isra’:36)
Allah telah menurunkan sebuah ayat yang menjadi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepadaNya. Allah tidak mengekang kita, Allah justru ingin agar makhlukNya selamat dalam mengarungi kehidupannya di dunia fana. Allah telah menggantinya dengan hari lain agar kita bisa memperingati hari raya yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha serta hari-hari lain. Toh, kasih sayang tak harus dicurahkan hanya pada 14 Februari saja. Setiap hari umat Islam dianjurkan berkasih sayang dengan sesama muslim.
Dalam sebuah hadist disebutkan:
“Perumpamaan seorang mukmin itu (dalam kasih sayang mereka, lemah lembutnya, dan rasa cinta mereka) bagaikan satu badan, apabila salah satu anggota badan menderita sakit maka seluruh badan merasakannya.” (HR Bukhari & Muslim)
Dalam hadist lain juga dikatakan bahwa:
“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya bagaikan satu bangunan saling menguatkan satu sama lainnya.” (HR Bukhari)
Jelaslah sudah jika umat muslim diharuskan saling menghormati serta menyayangi saudara sesama muslim kapan pun dan di mana pun berada.
Valentine’s Day hanyalah salah satu dari sekian banyak produk Barat yang telah meracuni remaja muslim. Masih banyak produk-produk lain yang telah menghancurkan remaja muslim. Sesuatu yang layak dijadikan pegangan untuk melakukan suatu perbuatan hanyalah ajaran-ajaran Islam. Pastilah bahwa dengan memegangnya kita akan selamat dunia akhirat. Masih ada waktu untuk mengubah pola hidup.
Dalam hadist riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda:
“Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku menerima (mengikuti) apa-apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa terdahulu (pada masa silam), selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta.”

Daftar Pustaka:
1. Oleh Solihin, Jangan Jadi Bebek.