Chef Yudi dan kedua asistennya. |
Menemui hal
yang baru dan tidak terduga selalu menyenangkan. Seperti hari itu (28/02)
ketika Rumah Intaran merayakan ulang tahunnya yang ketiga. Kami mengisi hari
itu dengan acara memasak sajian kuliner khas desa bersama Chef Yudi dan beberapa tamu.
Ada dua hal
baru yang saya temui hari itu mengenai bahan dasar masakan. Batang pisang
(gedebok) dan daun cabe jawa (Bl: tabia bun). Saya bertanya-tanya saat asisten chef merajang daun cabe jawa.
Berikutnya, ia mengelupas lapisan-lapisan luar batang pisang hingga menyisakan
bulatan inti batang yang berwarna putih dengan serat masih muda tidak terlalu
padat. Inti batang pisang itu lantas diiris tipis-tipis dan dilepaskan
lapisan-lapisannya. Keduanya menjadi bahan dasar dua masakan yang berbeda.
Gedebok pisang menjadi bahan baku pembuatan ares, sementara daun-daun cabe jawa
menjadi campuran menu lawar serati.
Merajang daun cabe jawa. |
Mengiris inti batang pisang (gedebog). |
Ares.
Merupakan
sajian berkuah kental dari santan berwarna kuning. Mirip sekali dengan opor atau
kari sehingga dapat pula disebut Balinese
curry. Bahan dasar ares adalah batang pisang yang telah diberi garam dan
irisan tipis bawang merah dan diremas-remas lembut sebelum didiamkan dan
dikukus. Setelah dikukus, irisan batang pisang akan dicincang kecil-kecil dan
dicampurkan dengan kuah serta daging.
Lawar Serati.
Lawar yang
kurang lebih berarti cincangan adalah nama masakan khas dari Pulau Dewata.
Semacam urap dengan campuran kelapa yang diparut dalam dua jenis, halus dan
kasar. Kelapa yang akan diparut pun dibakar terlebih dahulu hingga kecokelatan
sehingga menimbulkan aroma dan rasa yang berbeda. Isiannya pun dapat bermacam-macam,
kacang merah, nangka muda, kacang panjang, pakis (paku-pakuan), dan untuk
sajian kali itu ditambah daun cabe jawa yang dirajang halus. Serati sendiri
berarti bebek, sehingga lawar serati tidak akan lengkap tanpa ditambah
cincangan daging bebek.
Lawar. |
Basa genep.
Dapat
dikatakan bahwa basa genep adalah
bumbu rahasia orang Bali, perpaduan bumbu-bumbu termasuk di dalamnya kunyit,
kencur, laos, jahe, bawang putih, bawang merah, salam, serai, kemiri, jeruk
limau. Sementara basa wangi terdiri
dari rempah-rempah seperti merica, pala, jinten, kayu manis, jeruk purut, dan
lempuyang (cabai jawa). Gabungan basa
genep dan basa wangi menjadi basa gede. Bumbu-bumbu ini biasanya
dibuat sekaligus banyak untuk disimpan dan digunakan untuk beberapa masakan
karenanya masakan-masakan Bali cenderung memiliki rasa yang mirip, kaya akan
rempah-rempah.
Basa genep. |
Saya terkesima
dengan cara dan komposisi orang Bali memasak. Seorang chef menanggapi keherananku karena ia memasak batang pisang dengan
berucap, “Kalau di Jawa, debok bar
ditegor mesti diguwang ning luwangan.” Saya serentak mengiyakan. Bagi kami
yang tinggal di Jawa, batang pisang memang tidak terlalu dimanfaatkan selain
sebagai tanggul sementara untuk mengatur irigasi di sawah atau sebagai tempat
untuk menancapkan wayang. Namun orang Bali percaya semua bagian tanaman pisang
bermanfaat termasuk batang hingga akar.
Rasa gedebok
pisang yang sudah tercampur dengan kuah dan bahan-bahan lain memang tidak
kentara. Siapa sangka irisan-irisan kecil itu ternyata gedebok pisang,
benar-benar tersamarkan. Tekstur dan rasanya kurang lebih hampir sama dengan
jantung pisang meski tetap saja berbeda. Sementara rajangan daun cabe jawa
menciptakan sensasi rasa pedas bagi masakan.
Mengenal dan
bergaul dengan masyarakat daerah lain menitiskan pengalaman yang berbeda. Tidak
tahu bagaimana ceritanya, sesuatu yang acap kali terbuang dapat menjadi
santapan yang lezat dan berkelas. Tentu bukan karena dimasak oleh seorang chef ternama karena orang-orang Bali
kebanyakan pun menjadikan sajian-sajian “aneh” ini menjadi menu sehari-hari. Hanya satu hal yang
terlewatkan, bahwa menggali kekayaan alam di sekitar selalu tidak terbatas.
Selalu ada peluang untuk memanfaatkan hal-hal yang tidak pernah terpikirkan
orang lain.
Jadi, mari
belajar dan berjalan, mengedarkan pandangan dan menangkap sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar