Belum afdhol
kalau ke Surabaya dan tidak mengunjungi Tugu Pahlawan, ikon kota Surabaya, yang
juga tugu peringatan peristiwa 10 November. Menurut keterangan pemandu wisata
dalam Surabaya Heritage Track, Tugu Pahlawan dibangun hampir bersamaan dengan
pembangunan Monumen Nasional di Jakarta. Konon apabila Monumen Nasional adalah
simbol lingga-yoni, Tugu Pahlawan ini menyimbolkan lingga. Lingga dan yoni
dalam perjalanan sejarah arsitektur bangsa Indonesia bukanlah hal yang asing.
Hampir di setiap candi terdapat simbol lingga-yoni, dari yang diukir
samar-samar hingga direliefkan secara terang-terangan.
Berjalan kaki
dari Jembatan Merah hingga Tugu Pahlawan memakan waktu yang sedikit lama karena
jaraknya yang memang sedikit lebih jauh. Namun berjalan kaki tidaklah menjadi
masalah, aku menemukan banyak hal selama melangkahkan kaki. Tidak hanya panas
dan lelah, jauh dari itu. Aku lebih dapat menikmati ruang kota dengan berbagai
detail di dalamnya. Aku menjumpai gerombolan orang jalanan yang tampaknya
memiliki “tempat tinggal sementara” di dekat rumah yang ternyata kantor dengan
plat kayu bertuliskan: 10 Pojok. Di
bawahnya tertempel lempeng berwarna emas dengan tulisan: Kantor Notaris. Arsitektur Bangunan Kolonial sebagai penunjang kawasan
kota lama. Siapa sangka rumah kecil yang sama sekali tidak tampak seperti
kantor ini ternyata warisan cagar budaya. Aku tidak yakin menemukan hal
tersebut apabila memilih tidak berjalan.
Memasuki
kawasan Tugu Pahlawan, kami disambut replika reruntuhan bangunan dengan patung
proklamator Indonesia, Ir Soekarno dan Mohammad Hatta. Di belakangnya
terpancang tiang-tiang dengan goresan tulisan merah tentang semboyan-semboyan
perjuangan bangsa Indonesia, seperti rawe-rawe rantas, malang-malang poetoeng; merdeka
ataoe mati!; hingga semboyan berbahasa Inggris: allied forces go away dan once
and forever the indonesian republic!
Terdapat dua
tempat yang dapat dikunjungi di kawasan Tugu Pahlawan, yaitu Tugu Pahlawan itu
sendiri dan museum yang terletak di bawah area tugu. Sepintas museum dengan
cungkup di atasnya itu seperti Musée du Louvre, kata Fa. Lalu aku terpantik dan
membayangkan bahwa Tugu Pahlawan ini serupa kawasan Trafalgar Square. Semoga
tidak terlalu berlebihan.
Area museum
dilingkari oleh kolam yang tidak terlalu besar tetapi cukup dalam. Tampak
anak-anak kecil duduk di tepi kolam sembari memancing. Hari saat aku berkunjung
bertepatan dengan hari libur nasional sehingga museum ditutup. Bukan hanya kami
saja yang kecewa melainkan juga sepasang turis yang berasal dari Singapura.
Tampak benar raut wajah dan mimik bicara kecewa.
Selain itu di
depan tugu tengah dilangsungkan acara peringatan tahun baru Islam. Tenda besar
dipasang hampir menutupi separuh badan tugu. Mulanya agak susah mencari sudut
yang tepat untuk mengabadikan Tugu Pahlawan tanpa direpoti oleh tenda itu.
Akhirnya pelan-pelan aku pun memutari tugu dan mengambil gambar dari belakang.
Voila!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar