Jumat, 29 Januari 2010

Ekspedisi Bandung: Untuk Seribu Langkah, Untuk Seribu Mimpi [part 5: Institut Teknologi Bandung (ITB) with Ikatan Mahasiswa Arsitektur Gunadharma (IMA

Aktivitas pagi dimulai kurang lebih pukul delapan (‘karet’ tidak dihitung-red). Dimulai dengan menuju Kantin Salman ITB (lagi). Menu pagi ini nasi telur dadar plus sup plus kerupuk dan pisang. Tetap yummy kok!
Langkah selanjutnya adalah ke Jurusan Arsitektur ITB, di Labtek IX. Memasuki gedung tersebut, menaiki tangganya, menemui bordes yang setengah lingkaran.
Dan...Entik! Yeuy akhirnya ketemu juga dengan teman dari SMA 1 Yogya. Nongkrong beberapa lama di ujung tangga, cerita macam-macam dulu, ketemu teman-temannya yang di Arsitektur juga, cerita-cerita lagi. Hingga kemudian ada seorang Bapak yang bertanya kepada saya dan memunculkan image baru yang tak kusangka. We’re better, my friend...
Tiba di studio tingkat IV yang menjadi ‘ruang tamu’ untuk kami sudah terlambat. Jadi kami (saya dan Entik-red) memilih kursi yang paling belakang. Lebih banyak lagi menggali tentang arsitektur ITB yang tentu saja ada sisi-sisi yang berbeda dari arsitektur UNS. Konsekuensinya...maaf saya tidak begitu memperhatikan presentasi IMA-G di depan. Saya larut dalam sebuah pertemuan.
Adzan dzuhur (shalat jum’at karena hari itu hari jum’at) mengakhiri sesi di studio tingkat IV. Selanjutnya kami turun tangga lagi, memastikan janji dengan teman SMA lagi. Surprise banget rasanya bisa bertemu dengan teman lama yang sudah lama tak bertemu. Dari kejauhan kulihat Anant. Lalu...ya melepas semua kerinduan.
Mau ke mana kita? Jangan tanyakan peta karena kami sudah tahu mau ke mana. Berjalan-jalan, berputar-putar ITB bersama dua guide spesial dan juga Tiara dan Rahma. :D Perjalanan pertama dimulai dari ujung sumbu, yang membelah ITB menjadi dua sisi, barat dan timur. Menyusuri plaza, melihat kolam not Indonesia Raya, melihat kolam Indonesia tenggelam (akhirnya...). Hingga ke pangkal sumbu, yang merupakan titik pertemuan dengan Sasana Budaya Ganesha (SaBuGa).
Takjub nian dengan arsitektur plaza tersebut. Sumbu yang dibuat lurus membujur dari selatan ke utara dengan tujuan agar saat berjalan ke utara dapat melihat Gunung Tangkuban Perahu. Namun dengan ketidakharmonian desain antara gedung-gedung di kutub selatan dengan utara, Gunung Tangkuban Perahu menjadi sedikit tak terlihat. Apalagi dengan adanya gedung delapan lantai yang (jika tidak salah) adalah University Center (UC). Ketidakharmonian yang saya maksud adalah perbedaan konsep antara gedung-gedung di sisi selatan dan utara. Gedung-gedung di sisi-sisi selatan masih memegang kearifan lokal namun gedung di sebelah utara menurut saya lebih ‘egois’ karena desainnya yang benar-benar modern.
Lalu ada gedung yang sedikit menipu. Dari kejauhan gedung itu seperti ada balkon yang berada di depan pintu. Namun jika diamati lebih lanjut, balkon tersebut ternyata berlubang. Tujuannya untuk pengangkutan barang dari bawah ke atas.
Ada lagi gedung yang didesain oleh Ir Soekarno yang identik dengan tangga yang membingungkan karena terdapat banyak tangga. Tangga-tangga tersebut tidak menghubungkan semua ruangan yang ada namun hanya untuk akses dari beberapa ruang ini menuju beberapa ruang ini.
Labtek biru, dengan double helix-nya. Gedung dengan finishing kaca-cermin berwarna biru (bingung apa-red) yang dapat memantulkan apa-apa yang berada di area double helix termasuk manusia yang termasuk juga kami. Gedung ini juga berbeda konsep dengan gedung-gedung yang lebih lawas.
Perjalanan berakhir di Masjid Salman, masjid karya Ahmad Noe’man, dengan nama Salman yang diberikan oleh Ir Soekarno. Dan di masjid itu pulalah kami harus berpisah karena kesibukan yang berbeda-beda.
Seusai shalat dan makan, mengekor archy-ers UNS berputar-putar ITB lagi. Ndobel ceritane... Betapa begitu lelah kaki ini melangkah. Namun suasana yang berbeda, tentu saja telah menjadi penawarnya. Tetapi ceritanya idem saja ya, karena rutenya pun sama.
Sesi berakhir sore hari, dengan sebuah kabar bahwa seorang teman sekamar telah meninggalkan kamar no 136. Kamar yang sebelumnya begitu terpencil, kini semakin sepi saja. Fffiuh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar