Selasa, 12 Juli 2011

Solo International Performing Art 2011

Ini dia hajatan besar pemerintah kota Surakarta di bulan Juli 2011 yang telah saya tunggu-tunggu. Setelah sepekan yang lalu pemerintah kota Surakarta menyelenggarakan Solo Batik Carnival, kini giliran gelaran pentas seni internasional. Acara ini digelar pada 1-3 Juli 2011 malam hari pukul 19.00-23.00. Berbagai duta dari berbagai daerah di Indonesia maupun mancanegara turut serta dalam even ini, yaitu: Korea, Didik Nini Thowok (Jogja), Sanggar Seni Al Ashri (Makassar), Janis Branner (USA), Pontianak, Jakarta, Thailand, Teater Aron (Medan), Jawaharlal Nehru (India), I Nyoman Sura (Bali), Saung Udjo (Bandung), Malaysia, Cirebon, Belanda, Meksiko, dan Solo.

Sayangnya saya hanya berkesempatan menikmati penampilan sedikit dari Bandung di detik-detik terakhir hari kedua. Kemudian di hari ketiga sekaligus hari terakhir, saya dating lebih awal dan beruntung bisa menikmati performansi delegasi Belanda, Meksiko, dan Solo.

Delegasi Belanda mempertunjukkan tarian teatrikal dengan makna kurang lebih bahwa “keberagaman seni, budaya, dan tradisi bukanlah sesuatu yang dapat memicu permusuhan, melainkan keberagaman tersebut seharusnya menjadi poin untuk saling mendukung dan menghargai perbedaan yang ada.” Kostum putih-putih dan gerakan tarian yang tangkas dan gesit cukup menakjubkan meskipun lama-lama membosankan, karena beberapa gerakan yang sama diulang-ulang. Pada akhir pertunjukan munculah sosok dengan kostum berbeda –batik—yang menyimbolkan perbedaan yang ada. Dari momen itulah konflik memuncak dan akhirnya tiba di epilognya.

Berbeda dengan delegasi Belanda, Delegasi Meksiko menampilkan tari-tarian khas Meksiko lengkap dengan lagu-lagunya. Pada lagu La Bamba –siapa sih yang tidak tahu lagu ini— beberapa penonton dipersilakan naik ke atas panggung untuk menari dan menyanyi bersama. Dengan bendera merah putih di tangan, mereka berputar-putar kemudian sejenak berhenti untuk menarikan gerakan kaki cepat, dan berputar lagi. Tampak sekali rasa penghargaan dan humanisme di sini.

Dan yang paling mengesankan adalah performansi sang tuan rumah, Solo. Kombinasi antara nyanyian, tarian, teatrikal, dan pedhalangan berbaur menjadi satu. Durasi waktu yang lebih lama memaksimalkan performansi mereka. Dentuman musik modern yang mengiringi lagu-lagu tradisional –seperti Cublak-Cublak Suweng dan Gambang Suling— pertunjukan dhalang cilik wanita serta minidrama bocah-bocah memberi sensasi baru pada pertunjukan tradisional Jawa. Mengesankan!

Setelah performansi Solo berakhir, maka upacara penutupan SIPA dimulai. Walikota Surakarta, Joko Widodo, memukul gong. Tepat setelah itu luncuran bunga-bunga api ke angkasa dimulai dan memekarkan cahaya-cahaya yang mengagumkan.

Wow, it’s such a great night!

*sayangnya saya selalu mendapat tempat di belakang sehingga terlalu jauh untuk membidikkan lensa kamera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar